"Kalau begini modelnya, dampaknya bukan hanya menghantam pemerintahan tetapi juga ikut berdampak pada rakyat. Siapa yang dipersalahkan? Menurut saya kita semua ikut bersalah," ungkap Noor.
Dirinya mengaku sedih dengan banyaknya kepala daerah tersandung kasus korupsi. "Kita tentu tidak ingin era pemerintahan Presiden SBY dikenang sebagai era rezim koruptor hanya karena banyak kepala daerah jadi koruptor," tuturnya.
Dalam momentum rakornas itu, Noor berharap hal-hal seperti ini bisa diangkat untuk dibahas, dianalisa, untuk dibentuk formula terbaik apa yag harus dilakukan wali kota dan bupati memperbaiki harga diri dan citra dirinya kembali baik di hadapan rakyat.
"Perbaikan ini tentu harus dimulai dari bawah. Rakyat saat ini image-nya ketika dengar pemerintahan dan kepala daerah selalu negatif, selalu berpikir kalau pemerintah itu identik dengan koruptor. Inilah yang harus kita benahi dan perbaiki," katanya.
Membahas proses hukum terhadap kepala daerah, Ketua DPR RI Marzuki Alie menegaskan pejabat publik jangan dijadikan mesin ATM. Ia sendiri mengaku prihatin, karena masalah proyek selalu menjadi alasan terbesar terjeratnya kepala daerah dalam tuduhan kasus korupsi.
"Yang terjadi selama ini, masalah proyek di sejumlah daerah yang realisasinya tidak sesuai spesifikasi, tidak selesai tepat waktu, akhirnya digiring dalam ranah kasus pidana yang menjerat kepala daerah dalam dugaan kasus korupsi. Padahal, menurut saya, hal ini seharusnya masuk dalam ranah kasus perdata," tuturnya.
Alasan-alasan seperti inilah yang dinilai Marzuki dijadikan celah bagi penyidik Kepolisian dan Kejaksaan untuk menetapkan status seorang kepala daerah menjadi tersangka kasus korupsi.
"Maaf sebelumnya, entahkah motivasinya benar atau politis, akhirnya seringkali penyidik seenaknya menetapkan status tersangka tanpa didukung fakta yang benar, bahkan tak sedikit yang membuat pejabat publik jadi mesin ATM," tegasnya.
Marzuki menilai, sejumlah kasus yang ditemui dalam penetapan status tersangka kepada kepala daerah baik oleh penyidik Kepolisian maupun Kejaksaan sarat muatan politis.
"Seperti di beberapa daerah saya temui, penyidik seenaknya tetapkan status tersangka kemudian mendiamkan sekian lama. Yang penting sudah tersangka, akhirnya yang bersangkutan diberhentikan dari status jabatannya, kemudian didiamkan begitu saja. Sangat sarat muatan poltis," ujar dia.
Menurut Marzuki, hal itu harus dijadikan rekomendasi dalam pembahasan Rakornas Apkasi dan Apeksi II di Manado.
"Pertemuan kita ini harus bisa menghasilkan formula penting untuk menyikapi masalah-masalah yang melibatkan kepala daerah dalam sejumlah kasus hukum," tuturnya.
Bahkan, Marzuki tak segan memberi masukan untuk perlu adanya sanksi tegas bagi penyidik, entah Kepolisian maupun Kejaksaan, yang seenaknya menetapkan status tersangka ke kepala daerah tanpa didukung fakta yang benar dan cukup.
"Bila perlu terapkan sanksi bagi polisi dan jaksa yang seenaknya tetapkan status tersangka tanpa didukung fakta yang benar dan cukup," katanya.