Laporan Wartawan Tribun Manado, Kevrent Sumurung
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sernike Merentek (45), warga adat Motoling Picuan, Minahasa, Sulawesi Utara dilaporkan sudah sadar Senin (13/1/2014). Korban penembakan polisi yang mengalami luka pada bagian kepala itu pun sudah mampu berkomunikasi walau belum lancar.
Sernike memasuki hari keenam opname setelah tertembak saat konflik dengan perusahaan tambang emas PT Sumber Energi Jaya, Senin (6/1/2014), pekan lalu. Sernike ditembak dari belakang badannya, dan peluru tembus ke perut ketika konflik memanas pekan lalu.
Saat dibawa ke Rumah Sakit Kando Malalayang, Manado, kondisinya kritis. Selain Sernike, Hardi Sumangkut (36 tahun), dan Asni Runtunuwu (40 tahun), pun terkena tembakan polisi. Keduanya mengalami luka di tangan kiri masing-masing.
Korban lain, Jefri Terok (38 tahun), mengalami luka di lengan akibat terkena panah wayer yang ditembakkan orang-orang yang diduga preman-preman suruhan perusahaan.
"Anggota masyarakat adat Motoling Picuan yang dianiaya dan ditahan polisi dilaporkan kini berjumlah enam orang. Mereka hingga sekarang masih ditahan," kata Deputi II Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Rukka Sombolinggi melalui rilis yang diterima TRIBUNnews.com, Senin (13/1/2014).
Dari enam korban, lima orang di antaranya ditangkap pada Rabu (8/1/2014) sore. Jan Tendean (60 tahun), menderita luka di kepala dan sempat dirawat di rumah sakit sebelum masuk sel di Polres Minahasa Selatan.
Lorens Flendo (63 tahun), dikabarkan ditendang di bagian kepala. Romy (38 tahun), dan Noldy (35 tahun), dalam kondisi luka parah berada di tahanan Polres Minahasa Selatan, namun keluarganya tidak diizinkan menjenguk. Keadaan Karya (35 tahun), dilaporkan tidak parah dan masih dalam tahanan.
Hartono Adidin (45 tahun), ditangkap sehari setelahnya di bandara sebelum berangkat ke Jakarta. Ari Rumondor (60 tahun), mengalami luka di dekat mata kanan akibat tendangan polisi.
PT Sumber Energi Jaya beroperasi di wilayah adat Desa Picuan, Motoling Timur, Minahasa Selatan, Sulawesi Utara sejak 2012. Perusahaan ini mengantongi izin berupa SK Bupati Minahasa Selatan No. 87 tahun 2010 tentang Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi Menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi dengan durasi kontrak 20 tahun, sejak SK itu diterbitkan, masyarakat adat Motoling Picuan telah menyuarakan penolakannya.
Alasannya, kedatangan perusahaan tambang emas ini mengancam pertambangan rakyat yang telah berlangsung sejak 1990. Penambangan tradisional ini sebelumnya telah mendapat izin resmi berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pertambangan Umum No 673K/20.01/DJP/1998 tentang Penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat untuk Bahan Galian Emas di daerah Alason dan Ranoyapo, Kab. Minahasa, Provinsi Sulawesi Utara.
Kapolda Sulawesi Utara Brigjen Pol Robby Kaligis mengunjungi kantor Pemkab Minahasa Selatan, Senin. Ia didampingi Humas Polda Sulut AKBP Wilson Damanik beserta beberapa jajaran. Mereka berdialog untuk mencari solusi agar kisruh tambang di Kawasan PT Sumber Energi Jaya (SEJ) di perkebunan Desa Tokin dan Karimbou, Kecamatan Motoling Timur, diantisipasi agar tak berbuntut panjang.
"Kami sudah berkoordinasi dengan Bupati Minsel Tetty Paruntu. Barusan kami dari sana (Minsel)," kata Kabid Humas Polda Sulut, AKBP Wilson Damanik saat dikonfirmasi di Polda ketika baru tiba dari Minsel, Senin (13/1/2014). Diungkapkannya, pada pertemuan tersebut, Kapolda dan Bupati membahas bagaimana konsep kedepan terkait masalah tambang SEJ.
Pada pertemuan tersebut juga membahas konsep terpadu mengenai pengamanan untuk meminimalisi adanya gangguan kamtibmas. Dikatakannya, dari pertemuan tersebut, Pemkab Minsel akan memanggil kedua belah pihak masing-masing PT SEJ dan warga yang menolak dengan kehadiran perusahaan tambang tersebut. "Nantinya mereka akan duduk bersama membahas persoalan tambang dan akan dibuat aturan mengenai pertambangan di sana," ucapnya.