TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi D Bidang Kesra, DPRD Jatim, Hasan Irsyad, menegaskan, PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ) telah berbuat banyak kepada warga korban lumpur dan tidak layak disebut meninggalkan tanggung jawabnya.
Hal ini diungkapkan menyusul munculnya tuntutan sebagian warga dan pengusaha yang meminta korban dalam Peta Area Terdampak (PAT) diperlakukan sama dengan yang ada di luar PAT.
"Lapindo ini tidak berdiam diri saja, mereka sudah keluar uang banyak ke pada warga, seandainya ada kekurangan itu lebih disebabkan kondisi keuangan perusahaan. Bahkan banyak warga yang lebih sejahtera sekarang setelah menerima jual beli, sampai ada yang naik haji, jadi kurang fair kalau diangggap mereka mengabaikan para korban," kata dia ketika dihubungi di Surabaya, Selasa (8/4/2014).
Dia menambahkan, munculnya tuntutan agar para korban dalam PAT lebih karena adanya kepentingan para pengusaha.
"Para pengusaha ini ingin agar asetnya dinilai sama dengan warga,padahal sebelumnya mereka sudah melakukan perjanjian B to B dengan pihak PT MLJ. Kurang fair juga, tidak seharusnya seperti itu, mereka harus konsisten dengan perjanjian yang telah berjalan sebelumnya," tutur dia.
Pendapat senada diungkapkan Vice President PT MLJ, Andi Darussalam, bahwa para pengusaha telah menerima sebagian dari hasil transaksi jual beli dengan PT MLJ.
"Mereka sebelumnya sudah sepakat menggunakan skema jual beli atau B to B dengan kami. Lapindo sudah membayar dalam bentuk cicilan dua kali yakni 20 persen lalu 10 persen dari nilai keseluruhan, sisanya ini yang sedang kami usahakan mengingat kondisi keuangan perusahaan sekarang sedang lemah," papar dia.
Andi membantah bahwa munculnya tuntutan terkait dikabulkannya uji materi MK terhadap Pasal 9 ayat (1) UU nomor 15/2013 tentang APBN-P 2013, merupakan aspirasi murni warga korban Lumpur Sidoarjo
"Mereka itu masyarakat biasa yang digerakkan oleh pengusaha yang tergabung dalam GPKLL (Gerakan Pengusaha Korban Lumpur Lapindo). Mereka tidak masuk dalam skema Perpres Nomor 14 Tahun 2007 tentang BPLS menyatakan PT.Lapindo Brantas Inc harus membayar ganti rugi, karena mereka sudah menggunakan skema jual beli," ujar dia.
Andi menegaskan, PT Minarak Lapindo Jaya akan tetap konsisten menjalankan putusan Peraturan Presiden No. 14/2007 itu.
Sementara Ketua LSM Huda Center, yang juga mengadvokasi warga korban lumpur Sidoarjo, Khoirul Huda, menambahkan, proses pembayaran yang telah berlangsung saat ini merupakan jalan yang terbaik.
"Pembiayaan jual beli dengan biaya APBN sebetulnya lebih baik karena membantu kondusifitas di Porong. Bagi masyarakat pemerintah atau Lapindo yang bayar tidak jadi persoalan, yang penting kebutuhan mereka tercukupi," papar dia.
Menurut Huda yang juga menjabat Sekretaris Gabungan Korban Lumpur Lapindo (GKLL) ini, pada awal bulan ini PT MLJ telah melanjutkan pembayaran aset warga, dan akan membayar lagi dalam beberapa hari ke depan.
Sementara salah satu warga korban Lumpur Sidaorjo, Syahroni, 37 tahun , warga desa Renokenongo Kecamatan Porong, mengungkapkan, para warga tidak ingin dengan adanya putusan tersebut, proses pembayaran ganti untung menjadi semakin berlarut-larut.
"Kami memang berharap pemerintah membantu percepatan pelunasan, tapi kami tidak ingin putusan MK ini menjadi polemik baru sehingga semakin memperlambat proses pembayaran," ujar dia.