Laporan wartawan Wartakotalive.com, Theo Yonathan Simon Laturiuw
TRIBUNNEWS.COM -- Andri Sobari alias Emon (24) hidup susah semasa duduk di sekolah menengah. Saat itu Emon belajar di Jurusan Tata Niaga SMK PGRI 1 Sukabumi. Dia masuk disana tahun 2008 dan lulus tahun 2010. Tak ada yang istimewa dari Emon selama duduk di SMK. Kepala SMK PGRI 1 Sukabumi, Darwis Sudrajat, menyebut Emon sebagai siswa 'medioker'.
"Dia itu biasa-biasa saja kalau soal pelajaran," kata Darwis kepada wartakotalive.com, Rabu (7/5/2014).
Darwis justru mengenang Emon sebagai anak yang sulit secara ekonomi. Di masa awal Emon sekolah disana, kata Darwis, Emon sering terlambat ke sekolah. Dan datang ke sekolah dengan baju kucel. Bukan cuma itu, kata Darwis, Emon juga sering tak gosok gigi datang ke sekolah.
Selain itu pembayaran SPP juga kerap menunggak. Rupanya Emon sering datang terlambat karena tak punya ongkos pergi ke sekolah. Sehingga dia harus berjalan kaki ke sekolah. Padahal dari rumah Emon di Kecamatan Baros jalannya menanjak menuju ke sekolah. Saking seringnya terlambat, beberapa guru di sekolah memilih patungan mengongkosi Emon saat pergi ke sekolah. Begitu juga baju, ketika sejumlah guru memilih membelikan baju untuk Emon.
Sedangkan, jarangnya Emon tak sikat gigi ini diperhatikan oleh Kepala Tata Usaha, Ai S Jumanah. "Giginya itu kuning dan bau kalau dekat dia. Makanya sering saya tanya kamu kenapa giginya gitu. Dia bilang tak gosok gigi karena tak bisa beli odol. Terus saya bilang saja biar dia gosok gigi pakai abu gosok," kata Jumanah kepada wartakotalive.com.
Kemudian setiap hendak ulangan tengah semester atau ulangan umum, Ibunda Emon selalu datang ke sekolah dengan tertunduk. Ibunya tak bisa membayar uang untuk ulangan itu. Sekolah kemudian memberi keringanan.
Masalah-masalah Emon membuat guru memilih datang ke rumah Emon. Dari situ guru maklum karena Keluarganya memang miskin. Ayahnya sudah meninggal dan ibunya menanggung tiga anaknya dengan bekerja sebagai buruh di pabrik keripik seblak. Makanya, ketika Emon naik ke kelas 2 SMK, sekolah memilih membebaskan Emon dari kesulitannya.
Sekolah membebaskan Emon dari uang sekolahnya sebesar Rp 60.000 per bulan. Saat kelas 2 pula Emon mulai berdagang cilok bumbu. Setiap hari Emon membawa satu keranjang cilok. Ketika jam istirahat Emon berkeliling ke tiap kelas. Dia menjual ke teman-temannya.
Saat pulang Emon hanya membawa keranjang kosong. Sementara itu, Darwis dan Jumanah mengingat Emon sebagai sosok yang pendiam dan penyendiri. Satu-satunya teman dekat Emon hanya seseorang bernama Yoga. Selama di sekolah Emon juga tak aktif di kegiatan apapun. Dia hanya kerap ikut doa bersama di hari Jumat saja. Begitulah kehidupan Emon saat sekolah menengah.