News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Mes Persebaya Merana

Mes Persebaya Dulu Bertabur Bintang, Kini Senyap Seperti Kuburan

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Seorang petugas memperlihatkan deretan piala yang pernah diraih Persebaya, Selasa (10/6/2014).

TRIBUNNEWS.COM,SURABAYA - Pecinta bola Surabaya mengenal betul wisma Karang Gayam.

Inilah mes sepak bola paling legendaris di Kota Pahlawan.

Selain memiliki sejarah panjang, markas ini telah melahirkan deretan bintang dan seniman bola di Tanah Air.

Berkemeja batik, bercelana jeans, dan bersepatu kets, Reinald Pieters datang sedikit terlambat ke lapangan Persebaya di Jl Karanggayam 1, Surabaya.

Sore itu, Jumat (6/6/2014), dia harus menjalankan rutinitas.

Melatih para remaja yang tergabung dalam sekolah sepak bola (SSB) sosial dari tiga klub, yakni TEO, Anak Bangsa, dan Semut Hitam.

Saat Pieters datang, anak-anak asuhannya telah telah memulai latihan pemanasan ringan.

“Ini tadi masih ada keperluan dulu, jadi agak terlambat,” kata Pieters yang kini bekerja di Dinas Pemuda dan Olahraga Pemkot Surabaya.

Putra Ambon yang pernah memperkuat Tim Nasional (Timnas)  ini segera masuk lapangan, berbaur dengan anak-anak asuhnya yang telah sedikit berkeringat.

Pengarahan singkat diberikan. Setelah itu, mantan striker Persebaya ini membagi anak-anak asuhnya dalam dua tim.

Para remaja yang rata-rata berumur 16-17 tahun itu dengan cepat memilih pasangan.

Segeralah mereka diminta berlatih tanding dengan fokus teknik passing satu-dua sentuhan.

Bagi para publik bola Surabaya, khususnya pendukung fanatik Persebaya yang popular disebut bonek, nama Pieters sangatlah familier.

Namanya pernah moncer, menjadi pemain sayap Persebaya bersama Aji Santoso, Uston Nawawi, Jacksen F Tiago, dan Bejo Sugiantoro.

Pada pertandingan penentu di kompetisi Liga Indonesia pada 1996/1997,  dia turut menyumbangkan satu gol kemenangan Persebaya atas tim elite Bandung Raya.

Skor 3-1 menjadi akhir pertandingan sekaligus mengantarkan Bajul Ijo sebagai kampiun.

Inilah piala juara liga pertama yang berhasil dibawa pulang ke mes Karang Gayam, terhitung sejak kompetisi profesional itu dimulai pada 1994.

Ada kebanggaan tersendiri bagi Pieters bisa berkiprah di Persebaya, apalagi sampai bisa menyumbangkan prestasi.

“Wah, pakai kostum ijo (hijau) dan masuk ke stadion Tambaksari saja sudah bangga. Bahkan baru ikut seleksi (Persebaya) saja sudah bangga,” katanya.

Kebanggaan itu pulalah yang membuat Pieters menyesalkan terjadinya dualisme yang mendera Persebaya.

Dualisme itu pulalah yang menyebabkan warisan Persebaya berupa mes Eri Irianto tak terawat. Wisma itu seolah kehilangan tuah dan kesakralan.

“Mes ini (Wisma Eri Irianto) saya bilang adalah maskotnya Persebaya, kami bisa masuk dan tidur di dalam mes ini saja, dulu bangganya bukan main. Mes ini dulu paling bagus dan lengkap di Indonesia, ada lapangan dan tempat latihannya juga. Sekarang seperti kuburan,” lanjut pesepakbola yang pernah dibina di klub Suryanaga itu. (ben/idl)


Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini