Laporan Wartawan Warta Kota, Wahyu Tri Laksono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Study Tour SMA Al Huda, yang selasa malam salah satu busnya mengalami kecelakaan di kawasan Puncak, ternyata berjalan tanpa pemberitahuan sebelumnya kepada wali murid.
Aksi (24) yang datang bersama Sang ibu Sumirah (50) mengatakannya saat ditemui Warta Kota di lokasi, Selasa (17/6/2014), ia mengatakan study tour ini tidak ada pembicaraan sebelumnya dengan orang tua murid.
"Kami tidak diajak rapat, maupun pemberitahuan sebelumnya lewat surat. Tau-tau dikasih kuitansi pembayaran yang bertuliskan rencana study tour dan harus membayar sebesar Rp300 ribu," ujar pria yang memakai singlet putih tersebut.
Lanjutnya, ia sempat melarang adiknya untuk ikut, tetapi kata sang adik ada ancaman dari pihak sekolah. " Ancamannya itu bagi siswa yang tidak ikut tidak naik kelas," tuturnya.
Menurut pengakuan adiknya, pihak sekolah juga mewajibkan untuk ikut study tour tersebut, karena ikut ataupun tidak para murid diwajibkan membayar uang tersebut.
"Keberangkatannya sendiri enggak pasti, katanya sabtu, minggu, senin, eh terus selasa ini akhirnya jalan juga. Saya sih sudah melarang supaya dia enggak ikut, yaitu tadi karena dari persiapan keberangkatannya sendiri ditunda-tunda terus," terangnya.
Sementara itu, pihak sekolah saat dikonfirmasi perihal izin itu terpecah jawabannya. Bambang Rianto selaku tim pengembang Yayasan Nurul Huda mengatakan tidak tahu perihal izin tersebut.
"Saya kurang begitu tahu masalah tersebut. Tetapi kami sebagai tim pengembang berusaha memberikan yang terbaik kepada siswa, ya lewat hal-hal seperti study tour ini," ungkap pria berpeci putih yang juga mantan Kepala sekolah SMPN 111 Kemanggisan.
Sedangkan menurut Ahmad Muhajir (30), staf Yayasan Al Huda, yayasan beserta kepala sekolah dan guru-gurunya memang sudah merencanakan hal tersebut jauh-jauh hari.
"Kegiatan ini sudah di planning sejak mereka kelas X. Biayanya sendiri dengan cara para siswa menabung tiap bulannya dan pada akhir semester digunakan untuk acara tersebut. Jadi tidak minta orang tua," ungkap pria berjaket hitam tersebut.
"Kami sudah memberikan surat edaran resmi bertanda tangan ketua yayasan dan kepala sekolah, surat tersebut kemudian diberikan kepada orang tua. Tidak benar jika tidak ada surat perizinan, tetapi kami memang tidak mengajak orang tua untuk rapat membicarakan hal tersebut," ujarnya.
Kalau ada ancaman ataupun paksaan dari pihak sekolah, menurut Ahmad, harusnya semua siswa ikut. Tetapi kenyataannya tidak semua siswa/i ikut study tour. " Dari sekitar 195 siswa hanya sekira 150 orang yang ikut. Jumlah tersebut sudah termasuk dengan guru ya," katanya.
"Jadi tidak benar itu kalau ada paksaan serta ancaman dari pihak sekolah, yang mengancam siswa yang tidak ikut, tidak akan naik kelas," ujar Ahmad.