Laporan Wartawan Tribun Kaltim, Kholish Chered
TRIBUNNEWS.COM, SANGATTA - Aktivitas pertambangan yang baik (good mining practices) menjadi kewajiban bagi seluruh institusi yang bergerak di bidang eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam dari perut bumi.
Namun hingga saat ini, masih banyak institusi di Indonesia, khususnya elemen dunia usaha dan dunia industri, yang belum memahami kewajibannya, baik yang bersifat ekologi, ekonomi, hingga sosial kemasyarakatan.
Karena itu, Rabu (18/6/2014), Pemerintah Kabupaten Kutai Timur melalui Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Kutim menggelar rapat koordinasi pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) se-Kutai Timur. Rakor digelar di Gedung Serba Guna Bukit Pelangi.
Kepala Distamben Kutim, Wijaya Rahman, mengatakan rakor tersebut membahas berbagai hal teknis. Termasuk sosialisasi tentang kewajiban perusahaan dalam aspek lingkungan, penerimaan negara, hukum, dan aspek terkait lainnya.
"Pihak kementerian memberikan arahan dan sosialisasi kepada pemegang IUP agar lebih memahami kewajibannya. Termasuk aspek reklamasi lingkungan, juga berbagai kewajiban untuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (seperti royalti dan iuran tetap perusahaan)," katanya.
Salah satu yang masih belum banyak ditunaikan adalah iuran tetap perusahaan. Perusahaan yang sudah memasuki tahap eksplorasi dikenai iuran tetap dengan nilai tertentu per hektar per tahun. Sedangkan yang sudah memasuki tahap operasi produksi dikenai iuran tetap yang nilainya lebih besar per hektar per tahun.
"Inti kegiatan adalah penataan dan imbauan kepada perusahaan untuk memenuhi kewajibannya kepada negara. Seperti ketentuan tentang iuran tetap, jaminan reklamasi, dan jaminan penutupan tambang," kata Wijaya.
"Untuk iuran tetap, baru sekitar 40 persen perusahaan yang membayar. Mayoritas (sekitar 60 persen) memang belum membayar. Ini yang kami imbau. Adapun jaminan reklamasi dan jaminan penutupan tambang, mayoritas perusahaan sudah membayar," katanya.
Hal ini karena jamiman reklamasi dan penutupan tambang dilakukan pada tahap awal pra eksplorasi dan operasi produksi. Awalnya dilakukan studi kelayakan sebagai tahap eksplorasi untuk mengetahui dan menetapkan cadangan. Nantinya akan dinilai apakah layak secara ekonomi, teknis, dan lingkungan.
Setelah itu diproses Amdal. Kalau Amdal sudah disetujui Bupati, maka bisa ditingkatkan menjadi tahap operasi produksi, dengan catatan wajib menyertakan Rencana Reklamasi dan Rencana Penutupan Tambang (RR dan RPT).
Setelah dokumen RR dan RPT diserahkan dan dievaluasi, lalu disetujui, maka besaran jaminan ditetapkan. Besaran tidak sama rata antara satu konsesi dengan konsesi lain, karena tergantung luas area, luas bukaan lahan, dan kondisinya.
"Rapat koordinasi tersebut juga berkaitan dengan paparan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di kantor Gubernur Kaltim pada tanggal 12 sampai 13 Maret 2014. Kami harapkan selanjutnya tidak terjadi pelanggaran lagi," kata Sekretaris Distmben Kutim, Subiyanto.
Distamben menghadirkan dua pembicara dari Kementerian ESDM. Yaitu Direktur Program Subdit Penerimaan Negara, Direktorat Bina Program Minerba: Mulyo Handoyo. Juga Kepala Seksi Perlindungan Batubara, Direktorat Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara, Antonius Agung Setijawan.