TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Lokalisasi Dolly di Putat Jaya tak salah sebagai kawasan prostitusi terbesar di Asia Tenggara. Kawasan ini empat kali lebih besar dari lokalisasi Patpong di Bangkok, Thailand.
Bagi Michel Maas, Dolly menjadi daya tarik tersendiri karena nasibnya berakhir setelah Pemerintah Kota Surabaya menutupnya. Jelang penutupan itu, Michel datang untuk melakukan peliputan.
Michel mengaku sudah tiga kali datang ke Dolly untuk meliput. Dua tahun belakangan dia terus memantau perkembangan isu penutupan di Dolly dan Jarak. Ia sudah malang melintang meliput di negara Asia Tenggara.
"Ada empat Patpong dijadikan satu, ya itulah Dolly,” cerita Michel seraya mengerutkan dahi kepada Surya (Group Tribunnews.com) di Surabaya, Rabu (18/6/2014).
Perbedaan lain, praktik prostitusi di Thailand tidak terlokalisir. Dia mengaku sering mendapatkan tawaran kencan singkat setiap kali blusukan di kawasan perkampungan Thailand. Di Patpong juga ditetapkan sebagai kawasan wisata.
Lokalisasi Redline di Amsterdam Belanda juga sama. Pemerintah di negeri kincir angin itu melegalkan lokalisasi, meskipun dengan seabrek aturan dan jerat pajak.
"Red light area-nya di pusat kota dan area bisnis. Jauh dari permukiman warga. Coba lihat di Dolly. Lokalisasi ini menyatu dengan pemukiman. Ini unik sekali,” sambung jurnalis asal kantor berita NOS News Belanda.
Michel menyaksikan sendiri bagaimana warga sekitar berinteraksi dan menyesuaikan diri dengan kehidupan lokalisasi. Di luar isu penutupan, mereka bisa hidup berdampingan dan saling menguntungkan.
Ketiganya sepakat Dolly dan Jarak memiliki keunikan dan magnet yang kuat untuk dijadikan sebuah berita. Jadi, tidak mengherankan, para jurnalis asing ini berani membayar mahal para PSK yang mau diwawancarai secara ekslusif.
Lokalisasi Dolly Empat Kali Lebih Besar dari Patpong Thailand
Editor: Y Gustaman
AA
Text Sizes
Medium
Large
Larger