TRIBUNNEWS.COM. KLATEN - Sekitar 3000 penonton ketoprak “Arya Penangsang Gugur” yang diselenggarakan relawan Jokowi-JK di Lapangan Sumberejo, Klaten Selatan, menandatangani gerakan “Tolak Politik Uang” di atas kain sepanjang 100 meter, Rabu (25/6/2014).
Dengan pembubuhan tandatangan itu, masyarakat Klaten dan sekitarnya sepakat untuk menolak aksi politik uang termasuk “serangan fajar”.
Hadir dalam pagelaran ketoprak itu, Wakil Bupati Klaten Sri Hartini, Walikota Solo Fx Hadi Rudyatmo, Anggota DPRD Propinsi Banten Ananta Wahana dan anggota DPRD Propinsi Jateng, Harri Pramono, yang juga sebagai Ketua Panitia Pagelaran.
Hadir sebagai bintang tamu dalam seni tradisional ketoprak tersebut, Marwoto Kawer, Anang Batas dan Rabies.
Meskipun diiringi hujan deras, ribuan penonton tetap antusias menonton ketoprak “Arya Penangsang Gugur” hingga akhir pagelaran. Para penonton beranggapan bahwa tontonan dengan judul tersebut sangat fenomenal dan monumental.
Seorang Penonton, Bayu Putra, mengatakan bahwa dalam budaya Jawa, “Arya Penangsang Gugur” adalah pagelaran sakral namun sekaligus fenomenal.
Sementara menurut Harri Pramono, Ketua Panitia Pagelaran, judul ketoprak tersebut sangat monumental bagi masyarakat Jawa terutama Jawa Tengah dan Jogyakarta.
“Arya Penangsang Gugur” dianggap sebagai babad akhir dari Kerajaan Demak dan dimulainya sejarah baru yakni Babad Mataram yang dimulai dengan pendirian kerajaan di atas hutan Mentaok, Kota Gede, Jogyakarta.
“Babad Mataram yang hingga ini saat jejaknya masih bisa dilihat dalam politik Indonesia merupakan era baru, era penuh harapan dalam tatanan politik dan budaya Jawa. Sehingga pagelaran ini jika dikaitkan dengan pilpres mendatang menjadi momentum harapan masyarakat Jawa munculnya tantanan politik dan budaya Indonesia baru. Secara spiritual, tewasnya Arya Penangsang yakni Adipati Kerajaan Jipang yang karena kerisnya sendiri melambangkan hancurnya angkara murka, ketamakan, kekuasan tak kenal kompromi, arogansi dan sekaligus gelap mata atas kekuasaan,” ujar Harri yang juga mantan Ketua DPRD Klaten.
Hadirnya ribuan penonton dari kalangan masyarakat bawah, dijelaskannya lebih lanjut, juga membuktikan bahwa politik dan pendidikan politik harus didekati secara budaya dan tidak hanya sekedar permainan catur di dunia maya.
Terkait dengan tandatangan penonton sebagai bentuk komitmen gerakan tolak politik uang, Harri Pramono menegaskan bahwa, Indonesia harus memulai politik yang berbudaya, bermartabat dan berkarakter.
Jika Klaten dan daerah Indonesia lainnya tidak berani melawan arus atas gelombang politik uang yang dimainkan dari Jakarta, itu artinya bahwa masyarakat bawah hanya dijadikan obyek politik. Sementara, seharusnya politik menempatkan rakyat sebagai subyek politik.
“Sudah saatnya, Indonesia membangun kembali martabat dan kehormatan bangsa dengan bersikap menolak segala bentuk politik uang termasuk serangan fajar.
Kehadiran beberapa tokoh dari Banten dan Solo dan lainnya merupakan ujud dukungan mereka atas gerakan yang dilalkukan oleh masyarakat Klaten dan sekitarnya. Melawan politik uang tidak dapat berdiri sendiri harus bersama-sama dengan diawali niat baik sebagai ksatria dan bukan sebagai pecundang,” tegas Harri.
Digarisbawahi bahwa yang melakukan politik uang adalah mereka yang bermentalkan pengecut dan sekaligus pengkhianat bangsa.
Apa yang telah dilakukan oleh masyarakat Klaten dan sekitarnya hendaknya diikuti oleh masyarakat dari daerah lain.
Dalam penjelasan terpisah, anggota DPRD Banten dari PDIP Ananta Wahana mengatakan bahwa apa yang telah dilakukan oleh masyarakat Klaten diyakini akan mempengaruhi masyarakat Indonesia lainnya terutama Solo, Jogya, Magelang, Boyolali dan lain-lain. Ia mengaku sedang berkordinasi dengan tokoh Banten untuk mengikuti jejak Klaten
Ribuan Warga Klaten Tolak Serangan Fajar
AA
Text Sizes
Medium
Large
Larger