Laporan Jalimin | Banda Aceh
TRIBUNNEWS.COM, BANDA ACEH - Meskipun aktivitas perbankan syariah sudah lama di Aceh, namun keberadaan bank syariah itu masih kurang dikenal oleh masyarakat.
Akibat kurangnya informasi tetang seluk-beluk bank syariah, sehingga masyarakat Aceh lebih memilih bank konvensional sebagai sarana untuk simpan-pinjam dan berbagai keperluan keuangan lainnya.
Dari sisi lain, meskipun mereka sudah mengetahui adanya bank syariah, namun masyarakat masih menganggap, sistem kerja perbankan syariah masih sama dengan bank-bank konvensional lainnya.
Hal tersebut dikemukakan oleh Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) Provinsi Aceh, Sugito SE dalam dialog interaktif program "Serambi Spiritual" di Studio Studio Serambi FM Jalan Raya Lambaro, Desa Meunasah Manyang PA, Ingin Jaya, Aceh Besar, Rabu (2/7/2014).
Sugito mengatakan, perbankan syaiah di Aceh sudah mulai berkiprah sejak tahun 2008, dan perkembangan kenerja perbankan dari tahun ke tahun terus meningkat hingga tahun 2014 ini.
Landasan hukum perbankan syariah dikeluarkan oleh pemerintah pusat dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Kemudian oleh Bank Indonesia mengatur lebih jauh tentang Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) dengan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 11/23/PBI/2009 tentang Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).
Dua regulasi itu menjadi pijakan bagi bank syariah untuk berkiprah dalam membantu denyut nadi perekenomian Indonesia.
Dalam memasarkan Bank Syariah di Provinsi Aceh, kata Sugito, banyak ditemukan tantangan, disamping rendahnya pemahaman masyaralat tentang bank syariah, pihak Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga belum maksimal memberikan edukasi kepada masyarakat Aceh.
Selama ini, katanya, masyarakat menganggap, bahwa sistem perbankan syariah sama saja dengan sistem perbankan konvensional. Padahal, sebut Sugito, sistem operasional antara dua jenis perbankan itu sangat berbeda.
Perbankan Syariah menganut sistem bagi hasil antara pemilik dana (bank) dengan peminjam dana (nasabah), sedangkan pada perbankan konvensional, sistem bagi hasil ini tidak dikenal.
"Ia meminta masyarakat Aceh untuk tidak segan-segan memindahkan tabungan dan produk-produk perbankan lainnya ke bank syariah, sehingga lebih halal dan syar'ie," ujar Sugito.
Tantangan lain, katanya, Sumberdaya Manusia (SDM) Insani di perbankan syariah yang perlu di-ugrade, sehingga mampu memberikan pelayanan dan edukasi kepada masyarakat tentang seluk-beluk perbankan syariah, sehingga masyarakat mau menggunakan bank syariah untuk aktivitas bisnis dan transaksi keuangan lainnya.
Produk perbankan syariah, katanya, sangat ditentukan pada Akad (perjanjian) antara bank dengan nasabah. Dan dari akad tersebut, bisa diketahui sebuah produk perbankan yang menganut sistem syariah atau tidak syariah.
Selama enam tahun berkiprah di Aceh, katanya, perkembangan kinerja perbankan syariah menunjukkan peningkatan yang cukup bagus. Hingga Juli 2014, dari 15 unit BPR yang beroperasi di Aceh, sebanyak lima bank BPR sudah menganut sistem syariah.
Disamping itu, perkambangan aset perbankan syariah juga cukup tinggi. "Saya berharap Pemerintah Aceh mendukung penuh, keberadaan bank-bank syariah di Aceh," pinta Sugito yang juga Direktur Utama BPRS Hikmah Wakilah ini. Dialog interaktif dengan tema 'Tantangan Bank Syariah di Aceh' itu dipandu oleh host Serambi FM 90,2 MHz, Dosi Alfian.
Program "Serambi Spiritual" ini berlangsung setiap hari selama Ramadhan 1435 H, pukul 10.00‑11.00 WIB dilaksanakan atas kerja sama dengan pihak Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI). Untuk dialog Serambi Spiritual, Kamis (3/7/2014) menghadirkan pemateri Dr M Yasir Yusuf MA.(*)