News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Perang Tarif Haji Badal

Pilih Tawaran yang Masuk Akal

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sejumlah calon jemaah haji Kota Bandung melambaikan tangan kepada kerabat yang mengantar saat berangkat menggunakan bus menuju Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, di Mapolda Jabar, Jalan Soekarno-Hatta, Kota Bandung, Rabu (3/9/2014). Jemaah haji kloter pertama Kota Bandung atau kloter ketujuh Jawa Barat ini berjumlah 450 orang. TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN

News Analysis
Mahfudh Shodar, Kakanwil Kementerian Agama Jatim

TRIBUNNEWS.COM,SURABAYA - Praktik haji badal makin menjadi populer di Jatim. Lebih-lebih dalam musim haji sekarang ini.  

Badal dalam bahasa Indonesia berarti pengganti. Maksudnya,  pelaksanaan ibadah haji seseorang diserahkan kepada pengganti atau wakil.

Orang yang berhaji tidak ikut terbang ke Tanah Suci. Ia atau keluarga cukup memberikan amanah atau kepercayaan, sehingga disebut juga haji amanah.

Haji badal atau haji amanah secara syar’i dibolehkan. Ada dasar dan tuntunannya. Pelaksanaannya pun sama persis dengan ibadah haji biasa.

Bedanya, haji badal ini pelaksananya diganti atau diwakili orang lain. Karena itu penyelenggaraan haji ini tergantung pada akad atau kesepakatan antara orang membadalkan dengan orang yang membadali.

Atau antara keluarga yang membadalkan dengan yang dipercaya sebagai petugas badal.

Komunikasi dan kesepakatan antara kedua pihak, murni   dilakukan atas dasar kepercayaan atau komitmen antara keduanya.

Nah, di sinilah regulasi atau peran pemerintah tidak bisa masuk atau melakukan intervensi. Ini murni ibadah.

Berbeda dengan penyelenggaraan haji. Kami selaku fasilitator, misalnya untuk keberangkatan, kepulangan, penginapan, sampai konsumsi, peran pemerintah adalah memastikan jamaah  Indonesia bisa menjalankan ibadah haji dengan khusyuk.

Kalau haji badal tentu pemerintah tidak bisa mengaturnya dengan regulasi.

Namun begitu, ada hal yang harus dicermati oleh setiap orang yang akan membadalkan orang lain.

Pertama adalah syarat badal. Seseorang harus mengetahui siapa saja yang boleh dibadalkan, yaitu orang yang sudah meninggal atau secara fisik maupun psikis sudah tidak memungkinkan untuk berangkat ke Tanah Suci dan menjalani ibadah haji.

Termasuk psikis, misalnya orang pikun.

Tanpa alasan-alasan itu, badal menjadi haram hukumnya. Orang sehat segar bugar kan bisa mengikuti prosesi haji. Jadi tidak boleh dibadalkan.

Haji itu sangat personal, sehingga tidak bisa diwakilkan (badal).

Peminat haji badal dari tahun ke tahun semakin meningkat. Tapi, kami tak punya data jumlah mereka. Ini karena haji badal urusan pribadi, tak termasuk ranah pemerintah untuk mengaturnya dalam sebuah regulasi.

Pemerintah tidak bisa melindungi hak masyarakat yang membadalkan keluarga atau orang lain. Begitu pula dengan orang yang menerima amanah sebagai petugas badal, pemerintah tidak bisa memberi sanksi, ketika amanah sebagai badal itu tidak dijalankan.  

Mengapa demikian? Pada hakikatnya, tidak ada yang tahu apakah badal itu benar-benar dilakukan atau tidak. Hanya Allah yang tahu.

Namun demikian, kami mengimbau masyarakat agar lebih cerdas dan jeli dalam memilih siapa yang akan mereka tunjuk sebagai petugas badal.

Tentu ada banyak pertimbangan dalam memilih. Kami bisa menyarankan, misalnya bagaimana memilih petugas badal  yang amanah.

Sebisa mungkin, temui sendiri orang yang akan membadalkan keluarga Anda. Kenali riwayat dan kepribadiannya.

Kualitas keagamaan dan tingkat keamanahan orang itu juga harus kita ketahui. Karena ini amanah, jadi orang yang akan membadalkan diri atau keluarga harus yakini betul orang yang diberi amanah itu benar-benar bisa dipercaya.

Bisa saja orang yang sudah terima uang untuk keperluan badal ternyata tidak melakukan badal.

Mungkin juga petugas atau tepatnya oknum yang diberi kepercayaan itu ternyata juga menerima badal dari orang lain.  Misalnya, dia mengucap niat haji untuk beberapa orang. Ini tentu badalnya batal atau tidak sah.

Jangan berpedoman pada 'katanya'. 'Katanya' orang ini amanah. 'Katanya' orang ini biasa membadalkan orang. Semua itu tidak menjamin. Keyakinan harus datang dari diri sendiri setelah mengkritisi berbagai faktor.

Tepatnya faktor yang membuat sebuah layanan mungkin atau sebaliknya tidak mungkin bisa diberikan.

Jangan tergiur dengan ongkos. Mahal bukan jaminan. Apalagi  murah. Sebenarnya mahal atau murah itu bersifat relatif. Yang terpenting tarif mahal dan murah itu harus diukur dengan faktor masuk akal apa tidak.

Misalnya, hitung berapa transpor antara lokasi-lokasi yang harus disinggahi selama berhaji, ongkos konsumsi, penginapan, lalu dam-nya.

Jadi, harga memang harus masuk akal. Saya sendiri tidak ingin berspekulasi berapa ongkos murah dan mahalnya. Kesepakatan ini sifatnya, antaroodlin atau saling ridho. Sehingga ukuran-ukuran (ongkos) sangat relatif. Pun ketika terjadi penipuan, itu sangat sulit dibuktikan.

Sampai saat ini kami sendiri belum pernah menerima laporan (penipuan). Kalaupun ada sesorang yang merasa tertipu, kemudian dia juga punya bukti, itu bukan ranah kami di Kemenag. Laporan dugaan penipuan sudah masuk ranah hukum dan itu wilayah kepolisian. (idl)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini