TRIBUNNEWS.COM.BANDA ACEH - Chief Executive Officer (CEO) Kompas Gramedia, Agung Adiprasetyo, Kamis (11/9/2014) pagi kemarin tampil penuh canda dengan joke-joke yang menggelitik saat memberikan kuliah umum di depan ribuan mahasiswa Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) di Gedung Academic Activity Center (AAC) Prof Dayan Dawood Darussalam, Banda Aceh.
Sesi Sharing Knowledge Bersama CEO Kompas Gramedia pagi kemarin berlangsung tak biasa. Jika selama ini mahasiswa Unsyiah kerap mendapat sesi kuliah umum yang terkesan formal, Agung Adiprasetyo justru membumbui ceramahnya dengan ide-ide cerdas dan mengundang tawa kawula muda warga Kampus Unsyiah.
Agung tampil ala motivator kawakan dan menyampaikan semua ide segarnya dengan cara berdiri di hadapan ribuan mahasiswa. Slide-slide materi yang disuguhkannya di layar proyektor juga kerap memancing tawa para mahasiswa yang hadir di AAC Dayan Dawood, apalagi jika gambarnya nyeleneh. “Gak nyangka CEO Kompas bisa ngelawak kaya gini, jadi segar situasinya,” celetuk mahasiswa yang duduk di deret belakang Gedung Dayan Dawood.
Bahasa tubuhnya juga kerap memancing tawa hadirin, terutama saat ia menceritakan bagaimana Kompas Gramedia memperbaiki citra perusahaan dan prodak media yang kemudian justru diikuti banyak kompetitor lainnya. Apalagi ketika Agung menceritakan bagaimana TV7 yang pernah tayang di Tanah Air kemudian program siarannya diikuti kompetitor lain dengan acara yang sama. Termasuk juga saat koran Kompas menata halaman lalu diikuti banyak pesaing lainnya.
“Kita capek datangkan orang dari luar negeri dengan harga mahal, eh esoknya sudah ada yang seperti kita, sama lagi,” ujarnya disambut tawa para peserta kuliah umum.
Dalam ulasannya yang bertajuk “Menjadi Penerobos”, penulis buku Memetik Matahari ini juga mengulas bagaimana terang dan redupnya situasi bisnis di dunia saat ini. Ia merunut bagaimana seorang juara dalam dunia usaha bisa tumbang karena perubahan zaman.
Mendukung ceritanya itu, lelaki yang pernah menjadi tukang stempel koran bukti iklan dan kemudian kariernya melesat menduduki puncak tertinggi kepemimpinan di grup Kompas Gramedia (KG) ini, ia tampilkan slide bergambar gerai Nokia, Blackberry, dan Samsung. Dia katakan, ketiga merek itu terus bersaing dan satu per satu tumbang hingga saat ini hanyalah pemenang yang bertahan.
Ketika era bergeser, gerai Nokia yang semula paling penuh pengunjungnya, kata Agung, kini sudah sepi dan tergeser oleh kehadiran BlackBerry Massenger. “Situasi bisnis terus berubah setiap saat, sampai kapan juara akan bertahan? Samsung mengalahkan Sony, BlackBerry mengalahkan Nokia, BlackBerry dikalahkan Apple,” ujarnya lelaki kelahiran Semarang, Jawa Tengah, ini saat mengulas bagaimana perubahan pemenang dalam bisnis itu terus terjadi.
Pemenang dalam setiap ‘peperangan’, kata Agung, adalah mereka yang dapat memperbarui dan selalu solutif dalam segala keadaan. “Perubahan medan perang hari ini ya antara SDM versus SDM. Pemenang perang adalah SDM yang sanggup melakukan terobosan,” ujarnya.
Ia kemudian mengingatkan mahasiswa bahwa dalam dunia kerja ke depan, situasi persaingan bukan antara nama universitas dengan universitas, tetap antara orang lawan orang. Kualitas pribadi dengan kualitas pribadi dari beragam universitas.
“Ketika Anda masuk melamar pekerjaan, Anda menjadi diri Anda sendiri. Anda diuji menjadi diri sendiri. Setiap kali kita bisa menjadi berbeda kalau kita punya kompetisi hebat. Dilepas di mana pun kita akan dapat berkarya dan tetap semangat. Maka kita bisa keluar sebagai pemenang,” katanya.
Ia berpesan agar generasi muda ke depan menjadi generasi bertipe penerobos, bukan tipe seperti anggota barisan bebek yang hanya bisa mengikuti induknya dari belakang.
Kuliah umum kemarin diawali dengan bedah buku Memetik Matahari, karya Agung Adiprasetyo. Di buku ini Agung mengemukakan pandangan-pandangannya tentang sikap hidup, pola pikir, dan disiplin kerja keseharian yang terbukti merupakan faktor-faktor yang berperan penting dalam menentukan sukses atau gagalnya seseorang.