TRIBUNNEWS.COM, GARUT - Ratusan warga Desa Kertajaya, Kecamatan Cibatu, mengandalkan Sungai Cimanuk yang tercemar limbah pabrik sebagai sumber air utamanya sejak dua bulan lalu. Musim kemarau menyebabkan sumur-sumur di permukiman surut atau kering sehingga memaksa mereka naik-turun bukit untuk mendapat air.
Tokoh warga Kampung Koromoy, Lili, mengatakan warga tidak memiliki pilihan lain untuk mendapat air. Warga kembali menggunakan Sungai Cimanuk untuk kakus, mandi, mencuci pakaian dan peralatan dapur, bahkan untuk kebutuhan memasak.
Selama ini, kata Lili, 92 rumah di kampungnya mengandalkan sekitar 23 sumur di permukiman tersebut. Namun air dalam sumur-sumur tersebut surut pada musim kemarau, sehingga menyisakan delapan sumur yang masih dipakai.
"Itu juga warga harus mengantre di sumur, apalagi kalau pagi dan sore. Airnya sudah sangat sedikit. Kalau habis, warga harus menunggu sampai airnya muncul lagi," kata Lili kepada Tribun ketika tengah mengambil air di sebuah sumur warga, Rabu (17/9/2014).
Sarana pengadaan air bersih berupa pipa dan tangki air, kata Lili, diberikan Pemerintah Kabupaten Garut dua tahun lalu. Namun warga keberatan untuk menambah biaya Rp 300 ribu per rumah untuk biaya operasi fasilitas air tersebut. Akibatnya fasilitas tersebut tidak bisa digunakan dan rusak sebelum dipakai.
Warga lainnya, Rohimah (29), mengatakan setiap pagi dan sore pergi ke Sungai Cimanuk untuk mencuci pakaian dan peralatan dapur. Jarak antara sungai terbesar di Garut dengan permukimannya hanya sekitar 700 meter.
"Jalannya curam sekali, harus menuruni tebing saat ke sungai sambil menenteng cucian. Pulangnya menanjak sambil bawa ember berisi air. Makanya ibu-ibu di sini sering mencuci bareng, sebelum pulang suka ngaliwet dulu di pinggir sungai, makan siang isi tenaga dulu," kata Rohimah.
Hal serupa dikatakan Iting (75). Dia terpaksa mondar-mandir turun-naik tebing dari rumahnya ke Sungai Cimanuk untuk mendapat air. Dia tidak bisa menggunakan air sumur untuk mencuci pakaian atau peralatan dapur.
"Kami harus bagi-bagi air sumurnya dengan tetangga. Jangan sampai ada warga yang pakai air sungai untuk minum atau memasak, bisa sakit. Kalau air sumur sudah habis, baru kami kebingungan. Mungkin air sungai diendapkan dulu, baru dipakai masak atau minum," kata Iting.
Iting berharap pemerintah segera membenahi pelayanan air bersih sehingga warga bisa hidup sehat dengan sumber air yang baik.
Di desa tersebut, terdapat sekitar 7.000 warga dari 2.600 keluarga yang mengalami krisis air bersih setiap musim kemarau. Jika biasanya mereka mendapat bantuan berupa air bersih yang diangkut menggunakan tangki, bantuan tersebut tahun ini belum didapat warga.
Sebelumnya diberitakan, tingkat pencemaran Sungai Cimanuk terus memburuk. Berdasarkan hasil uji laboratorium yang telah dilakukan Dinas Lingkungan Hidup Kebersihan Pertamanan Kabupaten Garut, status baku mutu air sungai tersebut sudah sangat tercemar. (sam)