TRIBUNNEWS.COM, PONOROGO - Rumah milik pasangan suami istri, Pairi dan Prihatin warga Kelurahan Singosaren, Kecamatan Jenangan, Kabupaten Ponorogo ambruk dan roboh karena termakan usia, sejak Jumat (3/6/2014) petang. Kendati demikian, belum ada bantuan dari Pemkab Ponorogo atas ambruknya rumnah yang hancur itu.
Sejumlah media cetak dan elektronik yang mendatangi rumah korban tak menjumpai Pairi dan Prihatin. Pasangan suami istri ini sibuk dengan pekerjaannya. Pairi sibuk sebagai buruh petani dan Prihatin sibuk sebagai makelar gabah karena mencari dagangan keliling.
Dari keenam anak pasangan keluarga pas-pasan ini, tiga anak Pairi dan Prihatin yang berada di rumah. Yakni Bahtiar Efendi (13) yang masih duduk dibangku kelas 7 SMP dan kedua adiknya Fitria Inayatul Muna yang masih duduk dibangku kelas 4 MI dan si bungsu Arjuna yang amsih duduk di kelas 1 MI.
Sedangkan anak pertama, Romdoni bekerja di Mojokerto. Sementara anak kedua dan ketiga yaitu Sigit masih duduk di bangku SMK dan masih sekolah serta anak ketiga, Febri Handoko masih duduk di bangku kelas 9 SMP juga masih sekolah.
Bahtiar Efendi menceritakan rumahnya roboh bukan karena terkena angin. Akan tetapi, hancur karena sudah lapuk, rusak dan miring sebelumnya.
"Rumah saya roboh saat kami berada dalam rumah. Mendengar suara rumah mau roboh kami langsung lari keluar menyelamatkan diri. Sejak rumah roboh, kami tidur di tenda yang dipinjam kakak dari sekolahnya, yakni SMK Jenangan. Satu tenda untuk tidur kami berenam," terangnya kepada Surya, Senin (6/10/2014).
Selain itu, Bahtiar menguraikan selain tingga di tenda pinjaman, keluarganya juga memanfaat tempat memasak dan menyimpan perabot rumah tangga di kandang sapi miliknya. Hal ini karena bangunan rumah yang ambruk belum bisa diperbaiki lantaran tak memiliki anggaran.
"Di sebelah untuk kandang dan menyimpan perabot rumah tangga dan dapur sementara. Bapak memiliki seeekor sapi. Jam segini bapak dan ibu ngak ada di rumah. Keduanya kerja," imbuhnya.
Hal yang sama disampaikan Muna saapaan akrab Fitria Inayatul Muna. Menurutnya, setiap malam sekeluarga merasakan hawa dingin dan siang hari harus istirahat serta tidur di teras tetangga dengan menggelar tikar dengan hawa yang sangat panas.
"Sejak rumah ambruk karena sudah miring dan banyak yang rusak kami tidur bersama kakak dan adik serta ibu dan bapak di dalam tenda ini," paparnya.
Meski demikian, keluarga miskin ini kata Bahtiar belum mendapatkan perhatian maupun bantuan dari Pemkab Ponorogo. Oleh karenanya, semua barang mulai baju seragam sekolah dan baju harian berserakan diluar tenda dan diletakkan di tali jemuran serta kardus. Sedangkan buku-buku pelajaran diletakkan di tempat seadanya.
"Sampai hari ini belum ada bantuan dari Pemkab Ponorogo. Harapan kami segera ada bantuan perbaikan rumah. Kami ingin segera tinggal di tempat teduh dan tidak kedinginan saat malam hari dan tidak kepanassan di siang hari," pintanya.
Sementara Kasi Penanggulangan Bencana, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pemkab Ponorogo, Setyo Budiono mengaku pihaknya belum mendapatkan laporan baik dari pihak Kelurahan Singosaren maupun pihak lainnya mengenai musibah yang dialami keluarga Pairin dan Prihatin itu.
"Kami belum terima laporan sama sekali. Kalau ada laporan lisan saja, kami pasti akan bertindak. Ini sama sekali belum ada laporan baik dari kelurahan, RT maupun lainnya. Kalau ada laporan kami pasti kirim sembako. Bahkan Dinas Sosial juga belum berkordinasi sama sekali dengan kami," pungkasnya.
Sementara Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Pemkab Ponorogo, Sumani sampai berita ini ditulis belum bisa dihubungi ponselnya karena dalam keadaan tidak aktif.