TRIBUNNEWS.COM,SITUBONDO- Kisah memilukan pertarungan hidup dan mati, para korban PLM Jabal Nur yang selamat dari ganasnya gelombang laut perairan pulau Raas, Madura.
Dengan berbekal serpihan perahu yang hancur diterjang gelombang, para korban perahu karam ini bisa selamat.
Seperti yang dialami seorang penumpang yang bernama Sarifuddin.
Pria berusia 50 tahun ini berjuang menyelamatkan anak dan istrinya selama terapung di laut lepas perairan pulau Raas, Madura.
Saat puluhan penumpang panik dan perahu mulai dipenuhi air, dirinya berusaha mencari anak dan istrinya yang ikut rombongan pengantin itu.
Setelah bertemu, Sarifuddin dan anaknya Irul serta istrinya Zaina, semalaman bergandengan dengan berpegangan pada papan bekas kapal dan sepotong bambu.
Sambil terus menangis anak dan istrinya berharap agar secepatnya mendapatkan pertolongan dari nelayan atau kapal yang melintas.
Harapan yang ditunggu tunggu tidak membuahkan hasil, sehingga anak Sarifuddin mengatakan tangannya sudah tidak kuat mencekeram potongan bambu yang panjangnya hanya dua meter itu.
Namun, akibat kondisi anaknya mulai tidak tahan karena terlalu banyak meminum air laut akhirnya tangannya terlepas dan tubuhnya jatuh kedasar laut mengikuti arus.
"Sudah lepaskan dan relakan anak kita itu mas," kata Sarifuddin menirukan ucapan istrinya.
Setelah beberapa jam, Zaina istri Sarifuddin juga mengaku tidak tahan. Sebelum melepaskan diri dari tangan suaminya, Zaina meminta untuk mencari istri yang seperti dirinya.
"Yang saya ingat pesan terakhirnya itu, kalau saya mau cari istri harus sama dengan Zaina," ucapnya sambil berdoa akan anak dan istrinya ditemukan.
Cerita tragis juga dialami korban selamat lainnya yang bernama Puhawe.
Wanita ini menceritakan upayanya hingga ditemukan selamat mengapung di perairan Raas.
Melihat banyak penumpang PLM Jabar Nur yang panik dan membuang barang ke laut. Dirinya bersama empat orang lainnya dan satu orang anak berangkulan sebelum terjebur ke laut.
Wanita yang hampir paruh baya ini, tangannya tanpa sengaja memegang kayu kapal yang bertebaran di laut.
Dalam kepanikan, dirinya sempat meminta empat orang saudaranya untuk berenang mengambil benda benda yang bisa menolongnya mengapung.
Setelah seluruhnya berhasil menemukan kayu, meminta untuk berkumpul kembali dan tidak berjahuan.
"Saya sempat berpegangan tangan, tapi kami beberapa terpencar diterjang gelombang," kata Puhawe dengan suara yang berat akibat terlalu banyak meminum air laut.
Selama dua malam mengapung di laut, satu persatu saudaranya terpental dan hilang ditelan gelombang.
"Saya baru sadar, ketika sudah dirawat di Puskesmas,"ujar Puhawe.
Sementara itu, pemilik PLM Jabar Nur, H Munip mengatakan, dirinya tidak sempat menghidupkan mesin penyedot air, karena seluruh penumpang dalam kondisi panik dan ketakutan.
"Air semakin banyak, mesin penyedot air tidak hidup hidup dan perahu karam," jelas H Munip saat ditemui Surya di ruang perawatan Puskesmas Raas.
Ia mengaku sempat melihat helikopter yang berputar putar diatasnya. Akan tetapi dirinya tidak curiga kalau helikopter itu mencari keberadaan para penumpang perahunya. Bahkan, pesawat helikopter itu dua kali berputar putar di atas kepalanya.
"Saya kira pesawat latihan dan saya hanya diam tidak melakukan gerakan apa apa," katanya sembari merintih kesakitan.