News Analysis
Prof Ir Achmad Subagio MAGR PHd
Peneliti Pangan Universitas Negeri Jember
TRIBUNNEWS.COM,SURABAYA - Di tengah ketidakpastian itu, saya lihat pemerintah kurang bisa melindungi petani tebu.
Pasar nasional yang dibanjiri gula impor, semakin memperparah kondisi petani kita.
Gula berbasis petani lokal, harus bergantung dengan gula impor. Di belakang gula impor, ada orang-orang yang kuasai pasar. Jelas kalah petani kita.
Saya melihat, ada kesalahan skema pengurusan problem ini. Misalnya, harusnya pemerintah memberlakukan subsidi produksi ketimbang pupuk.
Mengapa demikian, pupuk murah dan bisa dijangkau tidak ada artinya kalau produksi petani dihargai rendah dan merugi.
Jadi, HPP itu harusnya bukan harga pokok petani tetapi harga pokok produksi. Harga pokok produksi inilah harga riil yang dikeluarkan petani untuk memproduksi tebu menjadi gula.
Kemudian, pemerintah menghitung selisih harga pasar dikurangi harga pokok produksi.
Selisihnya itu yang ditanggung pemerintah. Bagi saya, subsidi seperti ini jauh lebih tepat sasaran.
Dan yang pasti jauh lebih pasti ketimbang membiarkan petani bertarung tanpa teman di pasar bebas.
Ingat, pasar dunia selalu bermain harga terutama saat tahu Indonesia musim panen.
Negara-negara maju memberlakukan sistem ini. Contohnya Belanda untuk komoditas kentang dan Jepang untuk komoditas beras.
Pemerintah bukan menjadi wasit, tetapi harus berpihak dan melindungi petani.
Melindungi petani itu sama dengan memperjuangkan ketahanan pangan nasional.
Pemerintah saya lihat tidak memiliki perencanaan produksi. Misalnya, berapa kebutuhan dan berapa gula yang harus diproduksi.
Jangan asal produksi kemudian stok melimpah malah bingung menjual karena pasar dibanjiri gula impor. Kita harus memiliki data detail sampai tingkat kecamatan.
Kecamatan A setiap tahunnya diberi kuota berapa? Jember dan Lumajang berapa? Lalu pabrik A memproduksi berapa?
Nah, dengan sistem ini, akan lahir keseimbangan penawaran dan permintaan.
Kalau tidak, semakin banyak produksi, maka harga gula petani akan semakin rendah.
Siapa yang bisa melakukan itu, playmaker-nya tentu Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian. Pemerintah provinsi bisa mendorong ke arah sana.
Selama hal ini tidak dilakukan, persoalan HPP akan muncul tiap tahunnya. Tiap tahunnya profesi petani akan ditinggalkan.