News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Berita Eksklusif Jawa Timur

Ribuan Petani Jatim Ancam Bakar Tebu

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) berunjuk rasa di Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi Jakarta, Selasa (17/9/2013). Mereka mendesak KPK untuk memeriksa Menteri Perdagangan Gita Wirjawan yang menelurkan kebijakannya impor gula rafinasi, yang dapat merugikan petani lokal. (TRIBUNNEWS/DANY PERMANA)

TRIBUNNEWS.COM,SURABAYA - Kongkretnya begini. Awal musim giling lalu, pemerintah menetapkan HPP gula petani Rp 8.250 per kg.  

Pihak PTPN XI lalu bersedia memberikan dana talangan atau membeli semua gula petani dengan sesuai patokan HPP itu.  

“Faktanya, waktu lelang, harga yang terbentuk selalu di atas HPP. Rata-rata sekitar  Rp 8.300. Jadi ada selisih Rp 50 kg,” tutur Abdul Rahman, petani tebu asal Kabupaten Bondowoso, yang berada di wilayah kerja PG Pradjekan.

HPP Rp 8.250 per kg itu belakangan di revisi pemerintah menjadi Rp 8.500 per kg.  Tentu saja, para petani bersuka ria.  

Tapi kegembiraan berhenti dan berubah menjadi keluhan sebelum mereka bisa melihat uangnya.

Angka HPP Rp 8.500 per kg itu hanya bisa mereka lihat dalam kertas peraturan Menteri Perdagangan (Mendag) RI.

Tapi di lapangan mereka, itu  hanya angka busung. Angka hanya bisa ditulis, tapi nominalnya tidak bisa dimasukkan kantong.

Penyebabnya, PTPN yang semula menjamin HPP gula, berubah kebijakan.

Perusahaan BUMN tersebut kali ini mau memberikan dana talangan dengan berpegang angka HPP. Itu sama artinya dengan tidak menjamin harga gula jual petani sesuai HPP.

Penentuan harga gula menjadi sepenuhnya bergantung pada harga yang terbentuk dalam  lelang di setiap PG.

Celakanya  harga lelang di tiap PG-PG justru serasa kompak; di bawah HPP.

“Di sini kalahnya petani. Waktu HPP rendah harga dijamin dana talangan. Padahal harga lelangnya selalu lebih tinggi dari HPP. Tapi waktu HPP ditingkatkan, dana talangan di hentikan. Terus harga lelangnya, di mana-mana harganya rata di bawah HPP,” tegas Abdurrahman.

Rahman menyebut nasib buruk yang dialami ini, baru dalam musim giling kali ini terjadi.  

“Seumur-umur baru kali ini terjadi. Memang dalam kemarin, kami akhirnya melepaskan, Itu  karena keterpaksaan,” ujar Abdul Rahman.

Gara-gara kondisi itu para petani merasa frustrasi. Mereka mengancam akan membakar lahan tebu mereka. (uni/idl/day)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini