TRIBUNNEWS.COM,SURABAYA -Sopir biasa kebut-kebutan agar bisa mencari penumpang sebanyak-banyaknya.
Maklum, upah sopir bus mereka tidak ada apa-apanya dibanding pilot. Tapi, mereka sama-sama harus menjamin keselamatan penumpang.
Sudah begitu, saat kecelakaan terjadi, merekalah yang kerap dijadikan kambing hitam.
Usai menghabiskan rokok, Karyanto bergegas menuju bus yang terparkir di area tunggu Terminal Purabaya, Bungurasih, Senin (21/10/2014).
Siang itu, giliran dia yang harus berangkat. Tak butuh waktu lama, bus yang dikemudikan Karyanto sudah rapi terparkir di lot bus biasa.
Di sela-sela menanti penumpang, lelaki asli Jombang itu menyambut Surya.
Karyanto tak keberatan diwawancarai, meski banyak rekan sekerjanya yang alergi dengan wartawan.
”Hayo arep takok-takok opo iki (Ayo mau tanya-tanya apa ini)?” katanya sumringah.
Di kalangan para sopir bus, terutama yang mampir di Bungurasih, Karyanto bukan lagi sosok asing.
Ini lantaran sudah cukup lama menjadi penunggu terminal terbesar di Jatim. Menjadi sopir bus sejak 2000, membuatnya setiap hari keluar-masuk terminal.
Sebelumnya, Karyanto telah sepuluh tahun menjadi sopir. Bedanya, pada 1990 -2000, ia menyopiri mobil-mobil kecil.
Selama 14 tahun hidup bersama "si raja jalanan", Karyanto sempat merasakan atmosfer kerja di sejumlah perusahaan. Sejak empat tahun lalu, ia berlabuh di Perusahaan Otobus (PO) .
Kepada Surya, Karyanto mengungkapkan sederet keluhan yang umumnya dialami para sopir.
Pria 49 tahun itu menyebut tantangan terbesar sopir bus hari-hari ini bukanlah tekanan manajemen.
Tantangan terberat justru soal jam istirahat yang terus berkurang. Bukan perusahaan yang menguranginya, melainkan lama waktu di perjalanan.
"Dulu, Surabaya-Yogyakarta hanya 8 - 9 jam. Sekarang 10 jam, bahkan saya pernah sampai 12 jam ,” ujarnya.
Kemacetan dan kondisi jalan rusak menjadi salah satu penyebab lama waktu tempuh.
“Seperti sekarang ini, (Jembatan) Comal ada perbaikan. Lalu lintas dialihkan lebih jauh. Belum lagi macetnya. Kasihan penumpang juga kan terlalu lama di jalan,” ujarnya kesal.
Dalam kondisi normal dulu, ia dan para sopir, umumnya bisa istirahat 7 - 8 jam sebelum membawa balik kendaraan besarnya itu.
Perhitungannya, total waktu untuk satu perjalanan pergi-pulang (PP) Surabaya-Yogyakarta, sesuai jadwal adalah sehari semalam atau 24 jam.
Satu perjalanan normal memakan waktu sekitar delapan jam. Pulang pergi berarti 16 jam. Jadi masih ada sisa waktu delapan jam untuk istirahat.
Kini dalam kondisi sering terjebak macet dan jalan rusak, satu perjalanan rata-rata sampai 10 jam. Berarti pergi-pulang butuh sekitar 20 jam. Praktis hanya ada waktu sekitar empat yang tersisa untuk istirahat.
Memang ada waktu istirahat panjang. Ia mendapat hak libur tiga hari. Tapi, itu baru bisa dilakukan setelah ia menyelesaikan tugas hingga enam kali perjalanan PP atau sama dengan enam hari kerja. (idl)