Laporan Wartawan Tribun Kaltim, Niko Ruru
TRIBUNNEWS.COM, NUNUKAN- Meskipun pemerintah telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 6/2014 tentang Desa yang mengamanatkan kucuran dana hingga Rp1,4 miliar perdesa, namun realisasinya di Kabupaten Nunukan masih belum jelas.
“Kalau sebenarnya yang kita dengar dimedia elektronik selalu disebutkan nanti desa itu akan mendapatkan alokasi sebesar Rp1 miliar lebih. Tetapi sampai hari ini kita belum melihat bagaimana penganggarannya mengarah ke sana?” kata Samuel ST Padan, Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Kabupaten Nunukan.
Samuel menjelaskan, melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2015, dana desa untuk Kabupaten Nunukan hanya dianggarkan Rp 49 miliar.
“Itu baru sekitar Rp49 miliar. Kalau kita bagikan rata untuk seluruh desa yang ada di Kabupaten Nunukan sebanyak 232 desa itu, berarti hanya sekitar Rp200 juta saja perdesa,” ujarnya.
Sementara jika dana dimaksud dialokasikan untuk 118 desa mandiri di Kabupaten Nunukan, berarti setiap desa hanya mendapatkan antara Rp400- Rp500 juta.
“Jadi kemungkinan penetapan anggaran Rp49 miliar ini berdasarkan jumlah desa mandiri yang lama sebanyak 118 desa. Tetapi itupun kalau dibagikan tidak sampai Rp1 miliar perdesa,” ujarnya.
Informasi yang diperolehnya, saat pengesahan APBN tahun 2015, pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menganggarkan dana untuk 72.000 desa di seluruh Indonesia dengan alokasi sekitar Rp500 juta setiap desa.
Dia mengatakan, anggaran sebesar Rp49 miliar untuk desa di Kabupaten Nunukan masih sangat jauh dari pemberitaan selama ini yang menyebutkan setiap desa bisa mendapatkan hingga Rp1,4 miliar.
“Jadi kami nanti dalam waktu dekat ini akan menyampaikan permasalahan ini kepada Dirjen PMD mengenai penganggaran ini,” ujarnya.
Pada kesempatan itu Samuel memastikan, Pemerintah Kabupaten Nunukan tidak akan melakukan penggabungan desa sesuai dengan tuntutan undang-undang, terkait jumlah penduduk.
Dia menjelaskan, desa-desa yang ada di Kabupaten Nunukan berasal dari desa adat yang sudah teregistrasi pada Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat Desa, Kementerian Dalam Negeri.
“Jadi walaupun jumlah penduduknya tidak memenuhi syarat seperti dalam Undang-Undang 72, maupun Undang-Undang tentang Desa yang baru ini, yang jumlahnya, persyaratannya lebih tinggi, itu tidak menjadi masalah,” ujarnya.
Menurutnya, desa-desa yang ada di Kabupaten Nunukan khususnya di Kecamatan Krayan itu dulunya adalah desa adat atau komunitas adat, sebelum ditetapkan sebagai desa oleh Pemerintah saat Indonesia merdeka.
Dia mengatakan, semangat yang dibangun saat ini bukanlah pada penggabungan desa melainkan seluruh desa yang ada ini benar-benar dibangun walaupun jumlah penduduknya sedikit.
“Jadi seandainya pada masa-masa yang akan datang itu kondisi masyarakat desa ada perubahan, dan tentunya jika masayrakat desa menginginkan penggabungan desa, itu kita serahkan kepada mereka bukan dari Pemerintah,” ujarnya.
Pihaknya telah menyampaikan kepada masyarakat, jika Pemerintah Kabupaten Nunukan tidak akan melakukan penggabungan desa meskipun jumlah penduduknya sedikit.
“Tetap kita berikan pemahaman, apakah tetap efektif kelak dengan jumlah penduduk sedikit, tetapi tidak bisa melaksanakan pembangunan misalnya?” ujarnya.