TRIBUNNEWS.COM, PANGKALAN KERINCI - Pelalawan kembali kehilangan putra terbaiknya. Salah sati atlet Karate Pelalawan, Guntur Silo Siregar, tewas dalam kecelakaan di Jalan Raya Puncak Bogor pada Sabtu dini hari.
Informasi diperoleh tribun, Guntur salah satu korban dalam kecelakaan beruntun di puncak Bogor sekitar pukul 01.30, menumpangi mobil Honda Jazz.
Orang tua Guntur tinggal di Jalan BTN Lama, Pangkalan Kerinci. Pria berusia 24 tahun itu sedang menjalani perkuliahan S2 di salah satu universitas di Jakarta.
Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (Koni) Pelalawan, Abu Mansur Matridi, kepada tribun Sabtu (15/11) menjelaskan, Guntur merupakan atlet karate terbaik yang mengharumkan nama Pelalawan.
Baik diajang Kejuaran Daerah (Kejurda) maupun Pekan Olahraga Daerah (Porda) dan Pekan Olahraga Provinsi (Propov) yang diselenggarakan bulan lalu di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu).
"Hampir semua kejuaraan almarhum memperoleh medali emas. Memang beliau salah satu atlet unggulan kita dalams etiap kejuaraan," ujar Ridi, sapaan akrab Abu Mansur Matridi.
Dijelaskannya, pihak mengetahui kabar duka pertama kali dari pama korban yang menghubungi melalui telepon.
Disebutkan jika Guntur menjadi salah satu korban meninggal dunia dalam kecelakaan beruntut yang terjadi di Puncak Bogor. Namun Ridi belum mengetahui apa urusan dan kegiatan Guntur hingga sampai ke Bogor.
Yang pasti, lanjut Ridi, pihaknya merasakan duka mendalam bersama keluarga besar almarhum atas kepergiaan Guntur. Koni akan merasa sangat kehilangan atlet berprestasi yang sudah membawa nama Pelalawan dalam berbagai kompetisi.
Tewasnya atlit karate terbaik Pelalawan, Guntur Silo Siregar, dalam kecelakaan beruntun di Jalan Raya Puncak Bogor pada Sabtu dini hari, meninggalakn duka mendalam bagi keluarga. Orangtua Guntur, tinggal di Jalan BTN Lama gang Suka Damai, Pangkalan Kerinci.
Ayah Guntur, Toga Siregar, mengaku sangat terpukul atas kepergian putranya itu. Kesedihan dan kehilangan yang sangat mendalam dirasakan keluarga, setelah mendapat kabar kematian pria berusia 24 tahun itu.
Bahkan, lantaran dirundung duka ayah dan ibu Guntur hampir tidak dapat berkata-kata saat ditanya wartawan. Membutuhkan beberapa saat untuk menenangkan diri dan menghapus air mata yang sudah menetes sejak mendapat berita belasungkawa itu.
"Dia sering berkomunikasi melalui telepon ke kami orangtuanya disini. Terakhir, tiga hari yang lalu. Tetapi dia ngak ada bilang mau ke bogor," ujar Toga, berusaha menyembunyikan kesedihannya.
Diceritakannya, pertama kali mereka mendapat kabar dari kakak tertua Guntur, Laodi Siregar. Sekitar jam 04.00 Wib dini hari. Setelah itu langsung dikabarkan kepada ibu guntur, Masni Butar-butar, dan anggota keluarga lainnya. Sontak keluarga syok, terlebih Masni yang nyaris pingsan beberapa kali.
Memang setiap orangtua memiliki firasat ketika anak mengalami kemalangan. Demikian juga dirasakan ayah Guntur Siregar, Toga Siregar (52). Toga memiliki firasat buruk, sebelum mendapat kabar kematian Guntur dalam kecelakaan di Jalan Raya Puncak, Bogor.
Menurut Toga, pada Jumat (14/11) malam ia mengaku tidak bisa tidur. Biasanya, sebelum jam 00.00 Wib, ia sudah memejamkan mata dan terlelap dalam tidurnya. Namun, hal itu tidak terjadi pada malam kemarin.
Matanya tidak merasakan kantuk, sedangkan hati dan fikirannya merasakan gundah. Tetapi tidak diketahui apa penyebabnya. Bahkan, hingga larut malam rasa gusarnya semakin besar dan kegilasahannya bertambah.
"Tidak biasanya saya seperti itu. Bahkan sampai bertanya dalam hati, apa yang terjadi sebenarnya," ujang Toga kepada tribun di rumah duka.
Hatinya sempat senang, lantaran bisa memenjamkan mata pada pukul 03.00 dini hari. Setelah berjuang untuk bisa tidur, beberapa jam sebelumnya.
Namun baru satu jam memasuki alam mimpi, tepat pukul 04.00 sebuah panggilan masuk ke teleponnya. Beberapa kali berdering, toga terbangun dan melihat hand phone.
Tertera nama putri pertamanya, Laoli Siregar yang menelpon. Sempat bertanya dalam hati, ada apa gerangan putrinya menelpon pada subuh hari. Meski tidak biasanya, Toga mengangkat panggilan telepon anaknya.
Diujung telepon, kakak almarhum Guntur langsung menangis sejadi-jadinya. Kegundahannya bertambah besar mendengar putrinya yang histeris.
Dalam kondisi terisak-isak, Laoli memberitahu jika adiknya telah tiada. Meninggal dunia dalam kecelakaan lalu lintas di Bogor.
"Kami langsung syok dan menangis sejadi-jadinya. Sampai tak bisa berkata apa-apa. Kami juga beritahu keluarga yang lain," tukasnya.
Guntur merupakan anak kelima dari tujuh bersaudara. Ia menghabiskan masa kecilnya di Pangkalan Kerinci dan Pekanbaru. Usai menamatkan sekolahnya, Guntur melanjutkan kuliah di Universitas Islam Riau (UIR), mengambil jurusan hukum.
Ia tergolong mahasiswa yang pintar. Terbukti gelar Sarjana dapat di raihnya hanya dengan masa studi tiga tahun enam bulan saja. Kemudian melanjutkan program studi Pascasarjana di Universitas Kristen Indonesia (UKI) di Jakarta jurusan hukum.
"Dia ramah dan mudah bergaul dengan orang lain. Waktu pulang dari Proprov dia sempat menginap di rumah selama dua hari. Lalu berangkat ke Jakarta lagi," tukasnya. (Joe)