TRIBUNNEWS.COM,SEMARANG - Ancaman mogok para sopir di bawah payung Organda tidak terbukti di Kota Semarang, Rabu (19/11/2014).
Pantauan tribun(Tribunnews.com Network) di beberapa wilayah kota semarang menunjukkan angkot dan bus masih beroperasi.
Beberapa angkot di karangayu, jrakah dan beberapa titik lain masih 'ngetem'.
"Mogok? Wis bosen mas (sudah bosen), dari zaman pak harto sampai pak Jokowi pasti ada kenaikan bbm," kata sopir jurusan Banyumanik-Johar, Wasino (69).
Ia mengatakan sudah jadi sopir angkot sejak puluhan tahun. Sejak saat itulah, ia mengalami beberapa kali kenaikan bbm. Baginya itu merupakan hal yang biasa baginya. Mogok sekalipun tidak ada pengaruhnya.
Wasino bertanya jika mogok anak istrinya makan apa? Baginya, mogok hanya menyusahkan dirinya. Bukannya harga bbm turun, ia justru bertengkar dengan orang rumah.
"Lha apa mogok bikin harga turun?engga ada sejarahnya. Bodoh kalau mogok," tuturnya.
Sopir angkot c 10 lainnya, Warjono mengatakan tanpa harga bbm naik pun penumpang angkot sudah sepi. Masalahnya bukan di harga bbm tetapi angkot kalah dengan sepeda motor.
"Kalau sebelum harga bbm naik dapat Rp 50 ribu sehari, paling sekarang rp 30 ribu. Ndakpapalah, daripada mogok engga dapat apa-apa," jelasnya.
Ia justru mengeluhkan banuak kendaraan pribadi bersliweran di jalan. Lalu, semakin sepi penumpang jumlah angkutan umum justru tambah semisal BRT.