TRIBUNNEWS.COM,GUNUNGKIDUL - Gara-gara sering mengamuk dan membahayakan keselamatan warga, Wiratman(35), warga Dusun Gunungbang, Desa Bejiharjo, Karangmojo, Gunung Kidul, harus hidup dalam kondisi terpasung.
Keterbatasan ekonomi keluarganya membuat pria yang tidak lulus SD tersebut harus hidup menyendiri di sebuah ruangan kecil di belakang rumahnya selama lebih dari 23 tahun.
Ironisnya, selama menjalani pemasungan, Wiratman belum mendapatkan sentuhan bantuan dari pemerintah.
Ayah Wiratman, Wariyo mengaku terpaksa memasung anak keduanya karena sering mengamuk dan memukuli warga.
Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, akhirnya Wiratman dipasung sejak usai 12 tahun.
“Sejak umur 12 tahun sehingga sekarang dipasung. Takutnya mengamuk,”katanya saat ditemui di rumahnya, Rabu (19/11).
Pria yang sehari-hari berprofesi sebagai petani ini menceritakan, awal mulanya anaknya tersebut hidup normal.
Bahkan sempat mengenyam pendidikan hingga kelas 5 SD. Namun sikap Wiratman mulai berubah saat duduk di bangku kelas 5. Saat itu dia sering menyendiri dan tidak memiliki teman.
Kondisinya semakin memburuk karena dia sering mengamuk dan melukai warga. Pihak keluarga yang melihat ada perubahan sikap kemudian berusaha untuk mengobati korban dengan membawanya ke rumah sakit.
Tidak hanya itu saja, pihak keluarga juga berusaha mengobati Wiratman dengan membawanya ke orang pintar.
Namun usaha tersebut tidak membuahkan hasil, Wiratman masih sering mengamuk dan melukai orang yang ada di dekatnya.
“Semua sudah habis-habisan. Sudah diperiksakan ke Rumah Sakit Grasia lima kali, orang pintar. Semua tidak ada hasilnya. Sekarang saya pasrah, sudah tidak punya apa-apa lagi untuk mengobati anak saya,”jelasnya.
Wariyo mengaku, kondisi anaknya tersebut saat ini belum berubah, masih sering mengamuk terutama saat kehabisan obat.
Satu-satunya upaya yang bisa dilakukan keluarga hanya memasungnya. Bahkan kondisi Wiratman yang masih sering mengamuk tersebut membuat istrinya tidak tahan dan memilih untuk tinggal di rumah anaknya di Yogyakarta.
Kini, untuk mengurus Wiratman, Wariyo hanya berjuang sendiri. Setiap hari harus memasak dan menyediakan makan.
Sementara untuk membeli obat, dirinya terpaksa harus mencari ke salah satu apotik di Yogyakarta.