TRIBUNNEWS.COM, MAKASSAR - Kelompok pemuda yang mengatasnamakan diri Gerakan Mahasiswa Antikorupsi Makassar (GAM) , memperingati Hari Antikorupsi Se-Dunia, Selasa (9/12), dengan aksi bentang spanduk, orasi jalanan, dan membagikan pamflet di kolong jembatan Flyover, Kilo Empat, Jl Urip Sumoharjo, Makassar.
Selain di perlintasan Jl Urip Sumiharjo, Jl AP Pettarani, dan Jl Tol Reformasi, puluhan pemuda beratribut aktivis mahasiswa ini juga berunjukrasa di pelataran parkir utara kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel, Jl Urip Sumoharjo, Makassar.
Aksi ala parlemen jalanan ini, yang dikhawatirkan anarkis, ternyata 'takluk' oleh aksi Goyang Maumere dan Gangnam Style aparat gabungan keamanan TNI-Polri.
Goyang Maumere adalah tarian khas yang diperagakan puluhan Korps Wanita Angkatan Darat (Kowad) TNI dari Pangdam VII Wirabuana. Sedangkan Gangnam Style ditarikan oleh korps Polisi Wanita (Polwan) dari Polrestabes Makassar dan Polda Sulsel.
Maumere adalah nama kabupaten di wilayah operasi perbatasan Indonesia-Timor Leste di Nusa Tenggara Timur (NTT), sedangkan Gangnam Style adalah tari modern yang dipopulerkan artis pria Korea Selatan, Psy.
Selain dua tari padu-serempak itu, dua korps wanita aparat ini, juga membagi-bagikan permen ke para demonstran dan warga pengguna jalan di sekitar titik aksi.
Kapolrestabes Makassar Kombes Pol Ferry Abraham menyebut tari 'penaklukan' demonstran ini sebagai aksi simpatik.
Dalam catatan Tribun, penanganan aksi parlemen jalanan yang tanpa kekerasan ini, baru pertama kali digelar sebagai alternatif tindak represif dari aparat menghadapi demonstran.
Usai goyangan tersebut, pentolan aksi meminta Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulsel, Suhardi menemui mereka.
Saat Kajati bertemu dan berorasi de depan kajati, kemauan pendemo.
Di hadapan para demonstran, Kajati Suhardi berjanji menuntaskan penanganan 33 kasus korupsi yang ditangani l,mbaga penyidik negara itu level provinsi ini.
Usai orasi, Polwan lalu kemudian mengajak Suhardi dan mahasiswa untuk bergoyang di halaman Kejati.
Suhardi dan mahasiswa pun ikut bergabung dengan Polwan dan bergoyang, menutarkan badan ke kiri dan kekanan.
Pendemo meminta Kejati untuk Transparansi dan keterbukaan informasi kepada publik luas atas seluruh kasus korupsi yang bergulir di Sulsel, sebagai sanksi sosial untuk pelaku korupsi.
Pendemo juga meminta supaya Kejati memberikan hukuman yang seberat-beratnya kepada pelaku korupsi di Sulsel tanpa tebang pilih karena faktor kekuasaan, politik dan pengaruh sosial sebagai efek jera untuk pelaku korupsi yang merugikan negara.
Menurutnya pendemo itu, masalah korupsi menjadi berbincangan publik terutama dalam media massa. Banyak ahli yang mengemukakan pendapatnya tentang masalah korupsi.
Dikatakan, ada pro-kontra dalam penanganan (penyidikan dan penyeledikan) kasus rusuah (korupsi). Namun, bagaimana pun, kasus korupsi harus diusut tuntas sebagai efek jera dan penertiban jalannya roda pemerintahan yang bersih dan bertanggungjawab.
Dalam selebaran kertas fotokopian yang dibagikan ke warga dan wartawan, mahasiswa menulis Indonesia berada di urutan 107 negara terkorup dari 175 negara.
Sedangkan Sulsel, berada di urutan ke lima terkorup dari 33 provinsi di Indonesia.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Sulsel, Rahman Morra, menanggapi tuntutan pengunjuk rasa tersebut, mengatakan bahwa tidak ada kasus yang tidak akan diperoses, semuanya tetap berjalan dan tidak ada kasus yang mandek.
Menurutnya semua kasus yang ditangani Kejati tidak ada yang ditutupi dari publik. Hanya saja ada juga kasus yang memang tidak bisa terlalu diekspos dikarenakan ada petunjuk yang bersifat rahasia.
"Khusus untuk penanganan kasus korupsi memang membutuhkan waktu yang lama dalam melakukan pengusutan. Kasus Korupsi memang membutuhkan waktu yg lama dalam melakukan proses pengusutan. Selain itu juga untuk pengumpulan alat buktinya juga kadang menjadi terkendala," kata Rahman Morra.(anc)