Pada 22 Desember dikenal sebagai Hari Ibu. Sebuah peringatan terhadap peran seorang ibu. Bukan hanya ibu kandung atau ibu biologis, tetapi ada pula ibu-ibu lain yang perannya tak kalah penting dalam membangun rasa percaya diri dan karakter yang kuat dalam diri anak sampai dia dewasa. Mereka adalah para ibu asuh.
TANGIS Marita nyaring terdengar di Sabtu (13/12) siang. Suara bayi belum genap setahun ini memenuhi kamar berukuran 3x3 meter persegi. Tangis Marita mengusik enam bayi lainnya yang ada di kamar yang ada di Yayasan Sayangi Bali di Jalan Subak Dalem No 3X Gatot Subroto, Denpasar. Seditik kemudian, suara Desak Ketut Wartini menyapa Marita. Lalu tangan perempuan berusia 54 tahun ini pun mengangkat Marita, dan menggendongnya.
“Hai sayang, sudah bangun ya, jangan nangis ya,” ujar Niyang, begitu Desak Ketut Wartini akrab disapa.
Setiap hari, mulai membuka mata hingga kembali lelap, Niyang mengurus bayi-bayi yang ada di yayasan ini. Setiap hari, di kala terjaga dari tidur, Niyang bergegas menuju kamar dan langsung mendatangi ranjang-ranjang mungil berwarna-warni itu.
"Saat ini ada tujuh bayi yang dirawat di sini," ujar Niyang.
Seperti Marita, satu dari tujuh anak terlantar yang sedari umur beberapa minggu sudah dirawat oleh Niyang dan perawat lain yang ada di Yayasan Sayangi Bali. Yayasan yang menampung bayi-bayi telantar yang dibuang orangtuanya.
Dalam gendongan Niyang, tangis Marita berubah menjadi senyum. Sebelum membawa Marita keluar kamar, Niyang terlebih dulu mengganti baju Marita yang penuh keringat, dan merapikan rambut bayi yang ditinggal ibu kandungnya di RS Wangaya ini.
“Biar cantik, wangi ya kalau mau main,” kata Niyang sambil merapikan rambut Marita.
Ia tidak ingin Marita dan anak-anak lainnya terlihat tak menarik, terutama bila banyak tamu yang datang ke yayasan. Mayoritas para tamu adalah calon orang tua asuh dan donatur bagi bayi-bayi ini.
Lalu, Niyang mengajak Marita bermain di ruang tamu bersama anak-anak lainnya. Namun, belum selesai ia mengajak Marita bermain, suara tangisan Amelia terdengar. Amelia adalah bayi berusia enam bulan yang kurang beruntung. Saat lahir ia mengalami cacat pada kaki dan tangannya. Amelia ditinggalkan oleh ibunya di rumah sakit sebelum sempat merasakan ASI sang ibu.
“Dulu tangan dan kakinya tidak sempurna, ditinggal ibunya di rumah sakit saat tahu anaknya lahir cacat. Dia sudah berkali-kali operasi. Tapi tidak apa-apa ya sayang, yang penting sekarang sudah sehat, gendut dan cantik,” ucap Niyang sambil mengelus rambut Amelia dan menggoyang-goyangkan tempat tidur Amelia.
Inilah pekerjaan Niyang setiap hari, seluruh waktunya di Yayasan Sayangi Bali, dari pagi sampai malam hari, ia curahkan untuk memberikan perhatian dan merawat bayi-bayi kurang beruntung ini. Hingga saat ini, sudah satu tahun Niyang mengabdikan dirinya di Yayasan Sayangi Bali.
Meskipun nenek dari enam orang cucu ini memiliki keluarga di Gianyar, namun ia memilih bekerja sebagai pengasuh bayi. Ia merasa kasihan dengan bayi-bayi yang membutuhkan perhatian khusus tersebut. “Kasihan anak-anak di sini kalau tidak ada yang merawat. Perawat di sini masih belum berpengalaman kalau saya tinggal nanti kasihan,” jelas wanita tamatan SMP Dwijendra Denpasar ini.
Niyang memiliki empat orang anak kandung yang sudah mandiri, di mana satu di antaranya kini sedang menempuh pendidikan S2, ia mengaku tidak mau membebani anak-anaknya dengan meminta uang. “Biarlah itu untuk kebutuhan mereka sendiri, saya tidak mau merepotkan mereka,” aku Niyang. (cas/sud/vir)
Informasi lebih lengkap, baca Harian Pagi TRIBUN BALI, edisi Senin, 22 Desember 2014.
TRIBUNNEWS.COM, BALI - Pada 22 Desember dikenal sebagai Hari Ibu. Sebuah peringatan terhadap peran seorang ibu. Bukan hanya ibu kandung atau ibu biologis, tetapi ada pula ibu-ibu lain yang perannya tak kalah penting dalam membangun rasa percaya diri dan karakter yang kuat dalam diri anak sampai dia dewasa. Mereka adalah para ibu asuh.
TANGIS Marita nyaring terdengar di Sabtu (13/12) siang. Suara bayi belum genap setahun ini memenuhi kamar berukuran 3x3 meter persegi. Tangis Marita mengusik enam bayi lainnya yang ada di kamar yang ada di Yayasan Sayangi Bali di Jalan Subak Dalem No 3X Gatot Subroto, Denpasar. Seditik kemudian, suara Desak Ketut Wartini menyapa Marita. Lalu tangan perempuan berusia 54 tahun ini pun mengangkat Marita, dan menggendongnya.
“Hai sayang, sudah bangun ya, jangan nangis ya,” ujar Niyang, begitu Desak Ketut Wartini akrab disapa.
Setiap hari, mulai membuka mata hingga kembali lelap, Niyang mengurus bayi-bayi yang ada di yayasan ini. Setiap hari, di kala terjaga dari tidur, Niyang bergegas menuju kamar dan langsung mendatangi ranjang-ranjang mungil berwarna-warni itu.
"Saat ini ada tujuh bayi yang dirawat di sini," ujar Niyang.
Seperti Marita, satu dari tujuh anak terlantar yang sedari umur beberapa minggu sudah dirawat oleh Niyang dan perawat lain yang ada di Yayasan Sayangi Bali. Yayasan yang menampung bayi-bayi telantar yang dibuang orangtuanya.
Dalam gendongan Niyang, tangis Marita berubah menjadi senyum. Sebelum membawa Marita keluar kamar, Niyang terlebih dulu mengganti baju Marita yang penuh keringat, dan merapikan rambut bayi yang ditinggal ibu kandungnya di RS Wangaya ini.
“Biar cantik, wangi ya kalau mau main,” kata Niyang sambil merapikan rambut Marita.
Ia tidak ingin Marita dan anak-anak lainnya terlihat tak menarik, terutama bila banyak tamu yang datang ke yayasan. Mayoritas para tamu adalah calon orang tua asuh dan donatur bagi bayi-bayi ini.
Lalu, Niyang mengajak Marita bermain di ruang tamu bersama anak-anak lainnya. Namun, belum selesai ia mengajak Marita bermain, suara tangisan Amelia terdengar. Amelia adalah bayi berusia enam bulan yang kurang beruntung. Saat lahir ia mengalami cacat pada kaki dan tangannya. Amelia ditinggalkan oleh ibunya di rumah sakit sebelum sempat merasakan ASI sang ibu.
“Dulu tangan dan kakinya tidak sempurna, ditinggal ibunya di rumah sakit saat tahu anaknya lahir cacat. Dia sudah berkali-kali operasi. Tapi tidak apa-apa ya sayang, yang penting sekarang sudah sehat, gendut dan cantik,” ucap Niyang sambil mengelus rambut Amelia dan menggoyang-goyangkan tempat tidur Amelia.
Inilah pekerjaan Niyang setiap hari, seluruh waktunya di Yayasan Sayangi Bali, dari pagi sampai malam hari, ia curahkan untuk memberikan perhatian dan merawat bayi-bayi kurang beruntung ini. Hingga saat ini, sudah satu tahun Niyang mengabdikan dirinya di Yayasan Sayangi Bali.
Meskipun nenek dari enam orang cucu ini memiliki keluarga di Gianyar, namun ia memilih bekerja sebagai pengasuh bayi. Ia merasa kasihan dengan bayi-bayi yang membutuhkan perhatian khusus tersebut. “Kasihan anak-anak di sini kalau tidak ada yang merawat. Perawat di sini masih belum berpengalaman kalau saya tinggal nanti kasihan,” jelas wanita tamatan SMP Dwijendra Denpasar ini.
Niyang memiliki empat orang anak kandung yang sudah mandiri, di mana satu di antaranya kini sedang menempuh pendidikan S2, ia mengaku tidak mau membebani anak-anaknya dengan meminta uang. “Biarlah itu untuk kebutuhan mereka sendiri, saya tidak mau merepotkan mereka,” aku Niyang. (cas/sud/vir)
Informasi lebih lengkap, baca Harian Pagi TRIBUN BALI, edisi Senin, 22 Desember 2014.