TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Sidik jari yang menjadi data primer identifikasi jenazah tak bisa lagi diandalkan setelah jenazah korban diperkirakan semakin rusak jika terlalu lama di air. Sehingga Tim DVI mengidentifikasi lewat gigi dan DNA korban.
"Harus dipahami,jenazah korban ditemukan mengambang di laut sehingga badannya mengembang dan kulitnya mulai rusak sehingga sidik jari sulit dibaca," kata Menteri Kesehatan Nila F Moeloek di posko antemortem Polda Jawa Timur, Sabtu (3/1/2015).
Nila yang pernah menjadi dokter forensik ini menilai keluarga tidak perlu pupus harapan. Proses identifikasi selanjutnya bisa dilakukan dengan data primer lainnya seperti gigi atau pun DNA.
Anggota tim DVI dari Universitas Indonesia, Prof Budi Sampurna mengungkapkan dalam kondisi jenazah yang sudah membusuk, tumpuan harapan paling utama adalah dari gigi dan DNA. Kedua hal itu yang bertahan paling lama melekat di tubuh manusia.
Data gigi dari jenazah dicocokkan dengan catatan medis atau foto rontgen gigi korban yang dimiliki keluarga. Menurut Budi, sikat gigi milik korban yang sebelumnya sempat dibawa pihak keluarga tak bisa jadi penentu dalam proses identifikasi.
"Walau pun ada cairan tetapi itu sudah sering dicuci jadi tidak bisa dipakai. Yang paling valid adalah medical record atau pun foto rontgen gigi korban," kata dia.
Sementara untuk DNA, tim identifikasi bisa mengambil sampel DNA korban di semua bagian tubuh. "DNA dari jenazah bisa bertahan sampai lama. Bahkan ada yang sampai 100 tahun masih bisa dideteksi tergantung dari kondisi jenazah," kata Budi.
Sampel DNA jenazah yang paling tidak mudah dirusak ada pada tulang. Sehingga tulang akan sangat berpengaruh dalam menyingkap identitas jenazah korban AirAsia QZ8501 yang ditemukan di perairan di sekitar Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah.
DNA dari jenazah nantinya akan dicocokkan dengan DNA dari pihak keluarga segaris yakni orang tua sedarah atau pun anak. Setelah dicocokkan, maka jenazah baru bisa teridentifikasi.
Pencocokkan DNA ini dilakukan di Pusdokkes Jakarta milik Mabes Polri. Setelah hasil penelitian didapat, Budi mengaku butuh waktu cukup lama untuk menganalisanya. Budi tak menyebutkan rentang waktu analisi dilakukan. (Kompas.com/Sabrina Asril)