TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Sudah dua pekan ini Victor Benamin berada di Surabaya. Dua saudara sepupunya menjadi korban pesawat AirAsia QZ8501. Setiap hari dia harus berada di Crisis Center, mulai pagi sampai malam.
Victor adalah sepupu dari korban AirAsia bernama Indah Dhani (27) dan Viona Florensia Abraham (23). Dua korban ini adalah putri pasangan Yohanes Abraham-Maria Latupeirissa. Indah sudah pindah domisili ke Surabaya, sedang adiknya masih KTP Maluku Barat Daya.
Setiap kali Tim Disaster Victim Identification (DVI) berhasil mengidentifikasi jenazah korban, dia selalu berharap nama keluarganya disebut. Sampai hari ke-14 sejak insiden 28 Desember 2014, Tim DVI belum pernah menyebutkan nama keluarganya.
“Saya sebenarnya bosan berada disini. Tapi demi keluarga, saya harus selalu disini,” kata Victor kepada Surya, Sabtu (10/1/2015).
Victor sudah berupaya memberikan apapun informasi yang dibutuhkan Tim DVI. Saat Tim DVI minta barang-barang korban, Victor menyerahkan pakaian dalam dan sikat gigi korban. Tapi Victor dan keluarganya belum menyerahkan sampel DNA dari keluarga kandung korban.
Sejak AirAsia QZ8501 dikabarkan hilang, ayah korban, Yohanes Abraham sudah berniat terbang ke Surabaya. Rencana ini pun sudah disampaikan kepada manajemen AirAsia. Tapi baru hari ini kakak iparnya, Erick Angkie baru bisa berangkat ke Maluku Barat Daya.
Perlu diketahui, menuju rumah orang tua korban butuh perjalanan darat selama 16 jam dari Ambon. Rencananya hanya ayah korban yang akan terbang ke Surabaya.
Menurutnya, ibu korban juga ingin terbang ke Surabaya. Panjangnya perjalanan menuju Surabaya inilah yang menjadi pertimbangan keluarga tidak memperbolehkan ibu korban ikut berangkat.
“Rencananya, bapak kandung korban juga akan memberikan sampel DNA. Kami semua berharap dua saudara itu bisa diidentifikasi secepatnya,” tambahnya.
Pantauan Surya di Crisis Center, jumlah anggota keluarga mulai menurun. Gedung Mahameru di Polda Jatim tidak lagi dipenuhi keluarga korban. Keluarga korban datang ke Crisis Center secara bergantian.
Keluarga korban lain, Lukas Joko mengakui, jumlah anggota keluarga korban yang datang ke Crisis Center sudah mulai menurun. Dia memastikan penurunan ini bukan karena keluarga sudah tidak peduli dengan nasib korban. Keluarga tetap menunggu kepastian nasib anggota keluarganya.
Keluarga korban tidak mau masa penantian ini menganggu aktivitasnya. Makanya setiap hari keluarga datang bergantian. Keluarga tetap meng-up date informasi proses pencarian atau hasil identifikasi. “Kami tetap menunggu sampai ada kejelasan keluarga kami,” kata Lukas.