Laporan Tribun Jateng, M Syofri Kurniawan
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG- Enam remaja berkebangsaan asing berjalan bertelanjang kaki di pematang sawah Desa Wisata Kandri, Gunungpati, Kota Semarang, Kamis (15/01/2015).
Mereka yang berseragam kaus polo warna biru-kuning dan bercaping ditemani seorang pemandu. Langkah mereka terhenti di sebuah gubuk. Di sana, mereka disambut sejumlah petani yang sedang beristirahat.
"Nganggo bahasa apa iki? Mandarin?" ujar seorang petani, disambut tawa rekan-rekannya yang sedang bersantai sambil minum teh.
Berbekal sabit pinjaman dari petani, rombongan itu kemudian menuju petak sawah siap panen. Lucy Steinfort (16) agak canggung memegang sabit di tangan kanannya.
Sementara tangan kirinya menggenggam batang padi. Sekali tebas, batang padi terpotong. Senyum pun mengembang di wajahnya. Anggota rombongan yang lain juga mencoba memanen padi.
Para remaja itu adalah siswa program pertukaran pelajar dari Goulburn Valley Grammar School Shepparton Australia di SMP-SMA Krista Mitra, Komplek Puri Anjasmoro, Kota Semarang.
Mereka datang bersama 20 siswa lain dari SMP-SMA Krista Mitra, didampingi tiga guru yang salah satunya dari Goulburn Valley Grammar School. S
elain menanam dan memanen padi, rombongan juga mengunjungi tempat pembuatan keripik singkong dan Goa Kreo.
Lucy baru pertama kali berkunjung ke Indonesia. Dia merasa senang bisa melihat dan menjajal langsung cara bertani di Indonesia. Dari berbagai kegiatan yang dilakukannya di sawah, dia paling menikmati saat menanam padi.
Badan belepotan lumpur malah membuatnya semakin bersemangat. Menurut dia, cara bertani di Indonesia berbeda jauh dengan cara bertani di Australia yang banyak menggunakan mesin. "It's good... muddy," ujarnya.
Pegiat Desa Wisata Kandri, Zubaedi (39), berharap semakin banyak tamu yang berkunjung di desanya. Dengan begitu, lanjut dia, bisa mendatangkan pemasukan dan menyejahterakan warga.
"Mudah-mudahan bisa memperkenalkan kegiatan-kegiatan desa wisata ke dunia internasional," ujarnya. (tribunjateng/muh sofri kurniawan)