Laporan Wartawan Tribun Kaltim, Niko Ruru
TRIBUNNEWS.COM, NUNUKAN - Presiden Joko Widodo memberikan grasi terhadap Sulaiman alias Nunuk Elberu dan Gerson Rawaukabeko, dua terpidana kasus pembunuhan anggota Polsek Nunukan, Briptu Didik Santoso.
Panitera Muda Pengadilan Negeri Nunukan, Suheri, Selasa (27/1/2015) mengatakan, dengan dikabulkannya permohonan grasi kedua terpidana tersebut, hukuman pidana penjara seumur hidup yang dijatuhkan diubah menjadi penjara 20 tahun.
"Grasi tersebut membuat kedua terdakwa bahagia sekali,'' ujarnya. Grasi merupakan satu dari lima hak yang dimiliki kepala negara untuk memberikan pengurangan hukuman, pengampunan atau pembebasan hukuman sama sekali.
Sebenarnya, kata dia, Ferdi Pohonaga Kedungura dan Andreas Togo alias Andi anak dari Ande, terpidana dalam kasus yang sama juga mengajukan grasi. Namun nasib keduanya hingga kini belum jelas.
“Sementara baru dua orang yang mendapat grasi yaitu Gerson dan Sulaiman,” ujarnya.
Dalam kasus itu, Pengadilan Negeri Nunukan menjatuhkan pidana penjara seumur hidup kepada lima terdakwa termasuk Rahmad bin Mansyur, otak pembunuhan tersebut. Namun Rahmad tidak memanfaatkan kesempatan untuk banding dan kasasi.
Empat pelaku lainnya mengajukan banding dan kasasi namun ditolak. Hingga akhirnya mereka memohon grasi kepada Presiden.
Suheri mengungkapkan, Suleman, kelahiran Dasang, Sumba, NTT pada Agustus 1972 maupun Gerson, kelahiran Untalaka, Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur pada 8 Desember 1984, tetap dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan berencana.
Hanya saja dengan turunnya grasi presiden tersebut mereka bisa bernafas lega karena hukumannya dikurangi menjadi pidana penjara 20 tahun.
Rahmad bersama Ferdi Pohomaga Kedungura, Andreas Tago alias Andi anak dari Ande, Sulaiman alias Nunuk Elbero anak dari Elbero dan Gerson Rawaukabeko melakukan pembunuhan terhadap Didik karena bermula dari rasa sakit hati Rahmad.