TRIBUNNEWS.COM. UNGARAN - Lembaga Pemasyarakatan Ambarawa, Jawa Tengah, yang terkenal dengan sebutan Lapas Beteng, saat ini kondisinya sangat rapuh.
Bangunan bekas peninggalan Belanda yang dibangun tahun 1838 ini dulunya bernama Benteng Willem I.
Berdiri dikelilingi daerah berair, ditambah usianya yang sudah sangat tua, membuat kondisi aset milik TNI itu kini kian rapuh.
Melihat kondisi fisik seperti itu, Kepala Lapas Ambarawa Dwi Agus Setyabudi meyakini, sangat mudah bagi para narapidana untuk kabur. Apalagi lapas ini tidak dilengkapi dengan area steril, pos pantau, branggang (bagian lorong benteng berlapis), dan tembok keliling luar.
Ibarat kata, ujar Dwi Agus, hanya berbekal sendok makan saja seorang narapidana dengan mudah dapat melubangi dinding lapas.
Kendati minim fasilitas, imbuh Dwi, hingga saat ini belum ada narapidana yang kabur. Semua itu, menurut Dwi, karena para petugas atau anak buahnya mempunyai kesaktiaan. ''Per hari ini penghuninya ada 248 napi dan tahanan, tapi yang jaga cuma empat orang, kan sakti betul pegawai Lapas Ambarawa,’’ kata Dwi, Selasa (24/3/2015) malam.
Salah satu rahasia membuat para narapidana 'betah' menghuni lapas adalah penerapan kurikulum berbasis pesantren. 'Kurikulum' pondok pesantren nuansa ibadah sangat kental di lapas ini.
"Kakanwil telah mencanangkn Lapas Ambarawa sebagai lapas percontohan untuk jadi pondok pesantren. Jadi nuansa ibadah itu sudah mulai subuh sampai isya. Untuk ustaznya ada dari tokoh masyarakat, Kemenag dan saya sendiri," kata Dwi. (Baca: Huni Lapas Ambarawa, Terpidana Korupsi Dilarang Bawa Uang Lebih dari Rp 50.000) ( Kontributor Ungaran, Syahrul Munir)