Ia menduga buaya yang memangsa Anto adalah buaya yang pernah memangsa cucunya.
Yusran mengaku telah menurunkan satu butir telor ayam kampung, pinang dan daun siri dan tembakau ke Sungai Santan.
Ritual itu dilakukan untuk menghormati roh-roh pendahulu yang menghuni daerah sekitar Sungai Santan.
"Ini dulu ajaran kedewaan untuk menghormati pendahulu kita," katanya.
Setelah itu, tepat pukul 22.00 wita, Yusran, Bagi dan Samad turun ke Sungai Santan hanya dengan perahu kecil dan dayung.
Tidak ada senjata tajam yang mereka bawa. Hanya berbekal bambu dan tali.
"Mudah-mudahan malam ini kita bisa segera menemukannya," ujarnya.
Ia belum mengetahui secara pasti apakah buaya tersebut masih berkeliaran di Sungai Santan atau bersembunyi di anak-anak sungai.
Yang pasti kata Yusran, buaya-buaya itu bukan buaya jadi- jadian seperti yang dikisahkan banyak orang.
"Buaya ini disisihkan dari kelompoknya karena terpengaruh roh-roh buaya dulu. Makanya dia bersalah," ujar pawang yang pernah menangkap buaya paling besar sepanjang tiga meter dengan berat sekitar 80 kg.
Monster Sangatta
Ada dua ekor buaya "raksasa" dari Kalimantan Timur sering dipamerkan.
Tahun lalu, misalnya, kedua ekor buaya yang telah diawetkan itu dibawa ke arena pameran Sei Makaham di Bentara Budaya Jakarta, tanggal 7 sampai 16 November 2014.
Kedua ekor buaya muara monster Sangatta ini pernah menggegerkan masyarakat Kaltim pada tahun 1996 karena telah memangsa dua manusia di dua tempat terpisah hanya dalam selisih waktu satu bulan.