Lalu penduduk memburu dan membunuh kedua buaya ini untuk mengeluarkan potongan tubuh korban yang tertinggal di dalam perutnya.
Buaya pertama yang memangsa Ny Hairani (35) ditangkap pada 8 Maret 1996 di sungai Kenyamukan, Kecamatan Sangatta (kini masuk wilayah Kabupaten Kutai Timur).
Buaya ini berkelamin jantan berusia sekitar 70 tahun, panjang sekitar 6,6 meter, berat 350 kg dan lingkar perut 1,8 meter.
Informasi yang diperoleh Tribun dari beberapa warga Kenyamukan, saat kejadian, korban sedang mencuci beras dan peralatan dapur di tepi sungai.
Tak lama kemudian, buaya mengibasnya. Setelah terjatuh ke sungai, korban langsung diseret.
"Buaya berhasil ditemukan setelah warga menggunakan bom ikan di tempat yang diduga menjadi lokasi keberadaan buaya. Setelah itu buaya langsung ditembak. Setelah perutnya dibelah oleh salah satu dokter Puskesmas Sangatta Selatan, ditemukanlah jasad korban di dalamnya," kata warga, Nazaruddin Hafid.
Sementara buaya kedua yang memangsa seorang pria bernama Baddu (40) di Tanjung Limau, Kecamatan Muara Badak (Kabupaten Kukar) ditangkap pada tanggal 10 April 1996.
Buaya berkelamin betina ini memiliki panjang 5,5 meter, berat 200 kg dengan lingkar perut sekitar 1 meter.
Setelah itu, kedua buaya yang dijuluki "monster dari Sangatta" tersebut diawetkan dan dipajang di Museum Kayu Tuah Himba, Kota Tenggarong Kabupaten Kutai Kartanegara.
Selain kedua buaya tersebut, masih ada jasad seekor buaya besar yang diawetkan warga.
Saat ini jasad buaya masih berada di sekitar Mapolsek Sangkulirang, Kabupaten Kutai Timur.
Buaya tersebut memangsa Sahar, warga Desa Takat, Kecamatan Sandaran, tanggal 15 Maret 2010 lalu.
Kepada Tribun, Paman Sahar, Aminuddin, dan Bahtiar, teman Sahar, yang menjadi saksi tragedi itu menceritakan tali pengikat kapal Sahar tersangkut, sehingga kapalnya miring lalu tenggelam.
Bahtiar langsung menyelam ke sungai untuk melepas tali. Sedangkan Sahar menyusul terjun.