Setelah Bahtiar muncul ke permukaan, air di sekitarnya sudah bercampur darah dan Sahar sudah tidak ada.
Seorang bocah, Rijal, yang melihat dari dermaga mengatakan Sahar dilibas dengan ekor buaya sehingga terlempar.
Setelah itu buaya menyambar dengan mulutnya, lalu masuk dalam sungai.
Peristiwa ini hanya berlangsung beberapa detik. Tak lama kemudian, warga dan aparat langsung menyisir sungai.
Lewat tengah hari, mereka menemukan buaya tersebut di anak sungai. Sniper TNI AL lantas menembaknya 10 kali.
Setelah mati, buaya dibawa ke daratan dan dibelah untuk mengeluarkan jasad Sahar.
Selama di Takat, Tribun mendengar banyak warga yang mempercayai faktor mitos sebagai alasan buaya memangsa manusia.
Terutama tentang "kepuhunan", bersumpah sembarangan, juga pelanggaran terhadap beberapa pantangan.
Tentang mitos kepuhunan, Sahar dianggap warga mengalaminya. Ceritanya, ia sangat ingin makan pulut (ketan yang dimakan dengan kelapa--red).
Keluarga pun membuatkannya. Namun saat ia ingin makan ternyata sudah habis. Tak lama kemudian, ia turun ke sungai dan terjadilah peristiwa itu.
Ada lagi sumber yang menyatakan Sahar sempat sesumbar saat melihat pertandingan sepakbola antara Desa Susuk dan Sangkulirang beberapa pekan lalu.
Susuk biasanya selalu menang. Hingga Sahar menyatakan, rela dimakan buaya bila Susuk kalah.
Saat itu tanpa diduga Susuk kalah 5-0. Cerita sumpah semacam ini juga pernah terjadi di Desa Wono.
Warga juga bercerita tentang firasat. Semalam sebelum kejadian, Sahar tampak murung, padahal rekan-rekannya sedang berkumpul membakar ikan.
Tidak biasanya ia hanya bicara bila diajak bicara. Ia juga biasa bangun tidur di atas pukul 09.00.
Entah mengapa pagi itu ia bangun sekitar pukul 07.00.