U
TRIBUNNEWS.COM.BANDUNG. Anak usaha PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Yakni, PT Indonesia Power (IP) sebagai pengelola Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Saguling, Bandung, Jawa Barat, mulai resah.
Pasalnya, usia operasional penampungan air atau Waduk Saguling usianya terus alami penyusutan. Seperti yang direncanakan sebelumnya, usia waduk mencapai 50 tahun. Tapi saat ini diperkirakan hanya 30 tahun. Hal tersebut diungkapkan oleh General Manager Indonesia Power, Hendres Wayen Prihantoro.
Berkurangnya usia operasional waduk Saguling, kata Hendres, disebabkan laju penumpukan sedimentasi yang selalu meninggi tiap tahunnya akibat erosi. Hal itu secara otomatis membuat ketersediaan air bagi PLTA Saguling semakin menipis.
Dari desain awal pembangunan pada tahun 1978-1980, angka sedimentasi Saguling meningkat menjadi 4,6 juta meter kubik dari semula 4 juta meter kubik atau mengalami kenaikan sekitar 9%.
Hendres menambahkan, salah satu penyebab utama berkurangnya usia operasional Waduk Saguling adalah pencaplokan dan tumpang tindih lahan (overlapping) yang terjadi antara Indonesia Power dengan PT Belaputera Intiland (BI) sebagai pengelola kawasan perumahan elite, Kota Baru Parahyangan.
"Padahal, Ada Undang-Undang No 26/2007 tentang penataan ruang, menyatakan penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan terdiri dari kawasan lindung dan kawasan budidaya," jelasnya, di Lokasi PLTA Saguling, Bandung, Minggu (7/6).
Dia bilang, yang dimaksud kawasan lindung itu antara lain sepadan pantai, sepadan sungai serta kawasan sekitar waduk. Bahkan, lanjut Hendres, ada peraturan pemerintah No 26/2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, yang menyatakan kawasan lindung setempat adalah kawasan di sekitar danau dan waduk.
Dalam pasal 56, kawasan di sekitar danau atau waduk sebagaimana dimaksud adalah dataran dengan jarak 50 hingga 100 meter dari titik pasang air tertinggi, titik pasang air tertinggi Waduk Saguling ada disekitar 645 Meter Diatas Permukaan Laut (MDPL). Namun pihak Belaputera Intiland malah bangun hingga titik 643 MDPL.
"Tanah overlap ini sebenarnya tanah kami. Karena tingkat elevasi sampai 645 MDPL. Tapi mereka membangun hingga elevasi 643 MDPL. Dia menyerobot tanah kami jadinya.Ini yang harusnya mereka tidak boleh bangun. Kalau elevasi air tinggi, perumahan yang dipinggir Waduk mereka bisa kelelap itu," ungkapnya.
Pembangunan dan ekspansi Kota Baru Parahyangan mulai mengancam Waduk Saguling dengan cara mencaplok wilayah bantaran sungai. Urukan tanah hasil cut and fill terus bergeser ke wilayah waduk. Bahkan, patok batas wilayah milik Indonesia Power yang berfungsi sebagai tanda ketinggian air satu persatu hilang terkubur aktivitas pembangunan.
"Kami sudah lapor ke Badan Pertanahan Nasional (BPN), BPN bilang jangan dilakukan pembangunan sampai masalah overlap ini selesai. Tapi mereka tetap melakukan pembangunan. Saya duduk bersama dengan teman-teman BPN, disepakati tidak melakukan pembangunan di area overlap, kita jadikan ruang terbuka hijau saja, tapi mereka tetap membangun," tandasnya.(KONTAN/Pratama Guitarra )