News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pengungsi Sinabung Tetap Tarawih Meski Dikepung Abu Vulkanik

Editor: Y Gustaman
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

PENGUNGSI SINABUNG TARAWIH - Sejumlah pengungsi terdampaki erupsi Gunung Sinabung melaksanakan salat Tarawih pertama di kamp pengungsian di halaman Gereja Katolik Paroki, Kabanjahe, Karo, Sumatera Utara, Rabu (17/6/2015) malam.

Laporan Wartawan Tribun Medan, Dedy Sinuhaji

TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Hujan abu vulkanik terus mengepul dari kawah Gunung Sinabung. Tak henti pula guguran lava pijar. Ribuan warga kembali mengungsi dari desa tempat mereka tinggal. Meninggalkan rumah, meninggalkan ladang, meninggalkan segenap harta benda yang belum lama dikumpulkan kembali.

Luap kesal adalah hal yang wajar. Warga entah siapa, di atas kaca mobil penuh debu yang teronggok rusak akibat sapuan lahar dingin beberapa waktu lalu, menuliskan kalimat singkat namun menohok: "Ate-ate Ndu, Tuhan..."

Satu kalimat pasrah, yang sedikit banyak mengisyaratkan gugatan. Kurang lebih berarti, "Terserah padamu, Tuhan", atau "Kami berserah padamu, Tuhan."

Kenapa bencana ini seolah datang tiada henti? Sinabung mengamuk menahun. Terus-menerus nyaris tak putus sepanjang tahun. Ada warga yang telah tiga tahun tinggal di pengungsian. Ada yang melahirkan dan kini anaknya sudah bisa berjalan tertatih. Ada yang desanya sudah hilang, berubah menjadi hamparan padang berpasir.

 

Namun segenap cobaan yang sungguh berat ini, tidak lantas membuat warga Kabupaten Karo yang tinggal di desa-desa di seputaran kaki Gunung Sinabung, memusuhi Tuhan. Mereka memang menggugat, memang bertanya dengan nada kesal bercampur cemas, namun tetap ber-Tuhan. Mereka tetap beribadah sesuai kepercayaan dan agama masing-masing.

Kamis, 18 Juni 2015, adalah hari pertama Ramadan. Rabu malam, 17 Juni, digelar salat Tarawih. Di antara kepul debu yang kian lama kian pekat dan menyesakkan dada, di masjid-masjid, di pengungsian-pengungsian, termasuk yang terletak di halaman-halaman gereja baik di Kota Brastagi maupun Kabanjahe, warga yang beragama Islam mendirikan salat. Perempuan laki-laki, tua muda dan anak-anak tanpa kecuali.

Ada pahit. Ada getir. Ada kepul abu vulkanik. Ada batuk. Tentu ada juga isak tangis. Tapi mereka berupaya khusuk. Bertahun digempur bencana membuat warga Karo memahami benar bahwa mereka masih terus dicoba, dan mereka, walau dalam kepayahan sejauh ini masih bisa bertahan.
Sampai kapan? Ate-ate Ndu, Tuhan...


Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini