TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dana Desa sebesar Rp 1,4 miliar akan tuntas pencairannya pada tahun 2015 ini. Bagaimana cara kepala daerah mengendalikan agar para kepala desa tidak menghambur-hamburkan atau korupsi dana tersebut?
Dua kepala daerah yakni Bupati Bantaeng, Sulawesi Selatan, Nurdin Abdullah dan Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas punya trik.
Nurdin dan Azwar Anas yang dihadirkan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dalam diskusi bertema Percepatan Pembangunan Daerah di Jakarta, Selasa (7/8/2015), menyebut, kepala desa adalah jabatan politis.
Kepala desa bukan pejabat struktur di bawah kendali langsung para bupati. "Kalau Sekdes dan Bendahara Desa itu kan masih pegawai Pemda. Jadi yang kita upgrade Sekdes dan Bendaharanya. Kita latih mereka selama tiga hari untuk belajar membuat perencanaan anggaran tersebut," ujar Azwar Anas.
Selain itu, Banyuwangi juga telah menerapkan e-village budgeting. "Dengan e-village budgeting maka proyek yang dikerjakan harus sesuai usulan. Kita bisa kendalikan dana desa itu sehingga kepala desa tidak bisa seenaknya menggunakan dana desa tersebut," lanjut Azwar.
Berbeda dengan Banyuwangi, di Bantaeng selama ini sudah menerapkan sistem pembangunan berbasis dari desa. "APBD kami sekitar Rp 800 miliar. Sebelum ada UU Desa, kami sudah berikan ke 486 desa yang ada di Bantaeng masing-masing Rp 3 miliar. Jadi adanya Dana Desa Rp 1,4 miliar tersebut tidak ada gejolak di Bantaeng," ujar Nurdin,
Apalagi, selama ini desa-desa di Bantaeng justru dikelola menjadi desa mandiri. Setiap desa harus mengusulkan kegiatan dan proyek apa saja yang akan dikerjakan. "Ekonomi kerakyatan kita bangun dari desa. Tanpa ada pengusulan dari desa, tidak ada proyek yang dikerjakan. Semua berbasis dari desa," ujar Nurdin yang berhasil menyulap Bantaeng dari daerah tertinggal kini menjadi daerah maju pertanian dan wisatanya.