TRIBUNNEWS.COM, SIDOARJO - Akta perjanjian pinjaman dana antisipasi untuk pembayaran warga korban lumpur Lapindo di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, diserahkan kepada Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo, Selasa (14/7/2015).
Penyerahan itu melengkapi syarat pencairan dana Rp 781 miliar. Realisasi pembayaran ke rekening warga diperkirakan paling cepat setelah akhir Juli 2015.
Penyerahan akta perjanjian itu dilakukan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro kepada Kepala BPLS Soenarso di Pendopo Delta Wibawa, Sidoarjo. Penyerahan disaksikan Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, Gubernur Jatim Soekarwo, Bupati Sidoarjo Saiful Ilah, Wakil Bupati Sidoarjo Sutjipto, dan ratusan warga korban semburan lumpur Lapindo.
"Penyerahan akta perjanjian ini menandai tidak ada lagi penghalang pembayaran ganti rugi korban lumpur Lapindo yang sudah menunggu selama sembilan tahun. Tiga syarat pencairan dana antisipasi sudah terpenuhi, yakni peraturan presiden, daftar isian penggunaan anggaran, dan akta perjanjian," ujar Basuki.
Basuki menegaskan, pemerintah berupaya mempercepat proses validasi berkas sebagai syarat pencairan dana pada bendahara negara. Dari total 3.337 berkas, baru 1.200 berkas yang tervalidasi. Sisanya 2.200 berkas yang harus diproses dengan melibatkan PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ) dan BPLS.
Khofifah Indar Parawansa menyatakan, melihat sisa berkas yang belum tervalidasi, diperlukan waktu lama untuk diselesaikan. Untuk itu, diambil jalan tengah dengan memberi tenggat pengumpulan berkas sampai 31 Juli. Berapa pun jumlah berkas yang tervalidasi, akan diproses lebih dahulu dengan membuat pengumuman daftar nominatif agar segera dikirimkan ke Bendahara Negara.
"Jadi, berapa pun berkas yang masuk sampai 31 Juli akan diproses untuk dicairkan pembayarannya lebih dulu. Jadi, korban lumpur yang berkasnya diproses lebih awal ini tidak menunggu terlalu lama," kata Khofifah.
Untuk mempercepat validasi berkas, Khofifah meminta warga proaktif menanyakan kekurangan mereka. PT MLJ juga harus proaktif menyerahkan berkas kepada BPLS. Bahkan, Gubernur Jatim dan Bupati Sidoarjo wajib membantu warga yang memerlukan surat keterangan.
Setelah 31 Juli, berkas yang tervalidasi diproses masuk daftar nominatif. Daftar ini kemudian diumumkan kepada publik selama tujuh hari. Apabila tidak ada protes atau keberatan dari pihak lain, daftar nominatif langsung dikirim ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara.
Direktur Utama PT MLJ Andi Darussalam Tabusala mengatakan, penyerahan berkas dilakukan bertahap, yakni 300 berkas per hari. Lalu diperiksa secara teliti sebelum diserahkan kepada BPLS. Alasannya, MLJ harus mengelola dana Rp 781 miliar pinjaman dari pemerintah itu secara tepat agar tidak menuai masalah dikemudian hari.
"Meski berasal dari pemerintah, dana itu sejatinya milik kami. Perusahaan harus mengembalikan dana pinjaman ini beserta bunganya 4,8 persen dalam waktu empat tahun. Ini (dana) bukan sesuatu yang main-main," ucap Andi.
Korban lumpur mengapresiasi kebijakan pemerintah untuk menuntaskan pembayaran ganti rugi yang tertunda selama sembilan tahun. Namun, mereka masih khawatir sebab uang itu belum masuk ke rekening. "Kami tidak mau dibayar dengan janji saja seperti yang terjadi selama ini," ujar Nanik Arifah, warga Desa Kedungbendo.
Sutrisno, warga korban lumpur dari Desa Kedungbendo, meminta pemerintah mengawal validasi berkas. Pengalaman masa lalu, MLJ kerap diskriminatif terhadap warga, apalagi yang berani memprotes kebijakan perusahaan terkait penentuan nilai ganti rugi aset. (NIK)