Tribunnews.com - Tim gabungan Badan SAR Nasional (Basarnas) akan melakukan pengangkatan jenazah korban kecelakaan pesawat Trigana Air ATR 42-300 twin-turboprop, Rabu pagi (19/8/2015).
Deputi bidang Operasi Basarnas, Heronimus Guru mengatakan, proses pengangkatan jenazah akan dilakukan dengan menggunakan helikopter milik PT Freeport, dan juga TNI. Selain itu, dua heli juga akan disiapkan untuk mengangkut jenazah.
"Pengangkatan jenazah akan dimulai pada pukul 07.00 pagi (WIT), dengan beberapa jaring yang diperkirakan akan memuat lima jenazah dan diperkirakan akan selesai dalam sepuluh kali penerbangan," ucap Heronimus.
Menurut Heronimus, pengangkatan jenazah korban kecelakaan pesawat Trigana Air melalui udara sangat tergantung pada kondisi cuaca. Untuk itu disiapkan juga pengangkatan jenazah melalui jalan darat oleh Tim Basarnas yang dibantu ratusan personil TNI dan Polri.
"Peralatan udara yang kita gunakan sebenarnya cukup siap semua, apabila cuaca tidak menentu akan dilakukan dua cara darat dan udara, karena tidak bisa ditunda-tunda," kata dia.
Menurut Heronimus tim yang sudah berada di lokasi kecelakaan pesawat juga sedang menyiapkan tempat pendaratan helikopter atau helipad.
Opsi terbaik
Dalam keterangan kepada BBC Indonesia, Kepala Basarnas Bambang Soelistyo, mengatakan bahwa pilihan terbaik pengangkatan jenazah adalah melalui jalur udara dengan menggunakan helikopter, karena kondisi jalan darat yang cukup berat melewati hutan.
"Antara ekses yang kita keluarkan untuk jalan di hutan yang sedemikian lebatnya selama empat jam, dengan menunggu cuaca (membaik) hanya lima menit, saya rasa cukup wise jika kita mennunggu cuaca, dengan jalan darat membawa 54 kantong jenazah itu sama saja kita buang effort yang tidak diperlukan," ucap Soelistyo.
Sebelumnya, Basarnas menyebutkan memiliki beberapa opsi untuk pengangkatan jenazah, yaitu dengan menggunakan jaring yang akan diangkat oleh helikopter, melalui jalur darat, dan membangun tempat pendaratan helikopter atau helipad.
Jenazah-jenazah penumpang Trigana Air akan dibawa ke bandara Oksibil sebelum diterbangkan ke Sentani, untuk kemudian diidentifikasi oleh tim Disaster Victims Identification DVI di RS Bhayangkara Jayapura.
Keluarga korban
Sementara itu, keluarga dari salah satu penumpang Teguh Warisman Sane, yaitu ayahnya yang bernama Derisman Sane, mengatakan akan menuju Jayapura pada Rabu pagi untuk menunggu hasil proses identifikasi.
"Saya berharap proses pengangkatan dan identifikasi bisa cepat selesai karena saya akan membawanya ke Palu untuk dimakamkan di sana," tutur Derisman.
Teguh merupakan salah satu karyawan PT Pos Indonesia di Jayapura yang menjadi korban dalam kecelakaan pesawat Trigana Air di Pengunungan Bintang Papua. Dia dan tiga rekannya terbang menuju Oksibil untuk menyerahkan dana bantuan untuk warga miskin sebesar RP 6,5 milliar.
"Harapan saya supaya berjalan dengan lancar, pihak Trigana juga harus ikut bertanggung jawab sesuai ketentuan yang berlaku. Karena hari ini baru jajaran PT Pos Indonesia yang menghubungi dan menjemput kedua pihak," ucap Derisman.
Pesawat Trigana Air tipe ATR 42 mengangkut 44 orang dewasa, dua anak, tiga balita dan lima kru pesawat, antara lain Kapten Pilot Hasanudin. Pesawat dengan rute Sentani-Oksibil itu hilang kontak pada Minggu siang (16/08).
Penyebab kecelakaan baru akan diketahui secara pasti melalui kotak hitam yang ditemukan pada Selasa (18/08). Kotak Hitam itu akan diserahkan tim Basarnas ke Komite Nasional Keselamatan Transportasi KNKT di Jayapura pada Rabu pagi.
Kemudian KNKT akan menganalisa kotak hitam dan menyerahkan laporan pendahuluan itu kepada Organisasi Internasional Penerbangan Sipil (ICAO), sesuai dengan ketentuan batas waktu 30 hari dari ICAO untuk laporan awal kecelakaan penerbangan.
Namun, laporan lengkapnya baru bisa dirampungkan dalam kurun enam bulan hingga satu tahun mendatang.