Laporan Wartawan Tribun Bali, Luh De Dwi Jayanthi
TRIBUNNEWS.COM, BANGLI - Siang itu, matahari kian sejajar dengan ubun-ubun.
Namun, suasana tak begitu panas, karena udara dingin masuk melalui pori-pori kulit.
Menyusuri jalan yang berliku, tibalah di Griya Agung Budha Salahin, Banjar Tanggahan Tengah, Desa Demulih, Kecamatan Susut, Bangli, Bali, kediaman seorang Ida Pandhita perempuan yang didiksa sejak berusia 21 tahun.
Sulinggih diidentikkan dengan laki-laki paruh baya dan berasal dari keturunan sulinggih.
Berbeda cerita yang dialami oleh Ida Pandhita Mpu Budha Maharesi Alit Parama Daksa yang biasa dipanggil Ida Resi.
Ida Resi memiliki nama welaka Ni Komang Widiantari ini adalah seorang wanita yang masih sangat muda.
Ia juga terlahir dari keluarga pedagang.
Namun Ida Resi seperti mendapat pawisik dari Tuhan untuk mediksa, dan kemudian secara langsung bisa ngweda (mengucapkan mantra) dan mudra (melakukan gerakan orang suci).
Saat ditemui Tribun Bali di Griyanya, Jumat (21/8/2015) lalu, Ida Resi tampak sibuk melaksanakan ritual keagamaan di merajan.
Ida Resi yang berpakaian serba putih dengan selendang kuning naik ke prantos melakukan nyurya sewana (pemujaan terhadap matahari yang dilakukan setiap pagi oleh sulinggih).
Ida Resi melakukan pemujaan itu kurang lebih selama satu jam hingga Tri Sandya berkumandang menunjukkan pukul 12.00 Wita.
Sekitar 10 pengiring hari itu nangkil (datang) ke Griya. Mereka ada yang nunas tirta pangentas dan melukat, ada juga yang matur (membuat janji untuk memimpin upacara keagamaan atau berkonsultasi).
Ida Resi tamatan Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA) Bangli tahun 2005.