Tribunnews.com, Samarinda - Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) Kalimantan Timur, yang merupakan gabungan LSM dan elemen masyarakat yang selama ini getol mengkritisi kebijakan pemerintah, mempertanyakan urgensi keberangkatan gubernur bersama lima SKPD setempat ke Rusia.
"Kami mempertanyakan seberapa penting kunjungan Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak bersama lima pimpinan SKPD dan rombongan ke Rusia, yang berpotensi menghamburkan uang rakyat hingga lebih Rp 1 miliar," ungkap Koordinator Pokja 30 Carolus Tuah, di Samarinda, Rabu malam (16/9/2015).
Besaran uang negara melalui anggaran pemerintah daerah yang dihamburkan Gubernur Kaltim bersama rombongan ke Rusia selama dua pekan itu kata Carolus Tuah, berdasarkan beberapa komponen yakni, uang saku dan uang harian, biaya tiket serta biaya hotel atau penginapan.
"Menurut perhitungan berdasarkan Keputusan Gubernur Nomor 090/K.B/2015 tentang Uang Harian dan Uang Saku perjalanan dinas luar negeri, tarif kamar hotel bintang lima selama 12 hari, maka diperoleh uang negara yang diduga digunakan mencapai Rp 1.153.208.000," ungkap Carolus Tuah.
Hal senada juga disampaikan Dinamisator Jatam (Jaringan Advokasi Tambang) Kaltim, Merah Johansyah yang mengungkapkan, keberangkatan Awang Faroek bersama rombongan ke Rusia, harus disoal karena menggunakan cara-cara tidak etis, karena memanfaatkan fasilitas istimewa yang menggunakan uang rakyat.
"Ini harus disikapi, sebab kami tidak melihat adanya urgensi keberangkatan Gubernur Kaltim dan lima pimpinan SKPD itu ke Rusia," ujar Merah Johansyah.
Baik Pokja 30 maupun Jatam lanjut Merah Johansyah, mendesak Gubernur Kaltim dan lima pimpinan SKPD tersebut, menjelaskan seberapa penting perjalanan ke Rusia kepada masyarakat serta menyampaikan dari mana anggaran perjalanan tersebut.
Koalisi Masyarakat Sipil Kaltim juga tambah dia, mendesak DPRD menggunakan fungsi kontrolnya dengan memanggil gubernur dan lima pimpinan SKPD tersebut.
"Jika penggunaan anggaran negara sebesar Rp1,1 miliar tersebut benar, maka ini merupakan pemborosan dan menghabur-hamburkan uang rakyat. Sebaliknya, jika anggaran tersebut dari pihak swasta, maka ini rentan dengan gratifikasi," kata Merah Johansyah.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kaltim, Fathurroziqin juga menyanyangkan kunjungan Awang Faroek bersama rombongan, justru di tengah warga berjibaku dengan bencana asap dan pembahasan RAPBD 2016 yang akhirnya jadi terbengkalai.
"Mestinya, dua hal itu menjadi prioritas dan bukan malah plesiran ke luar negeri," kata Fathurroziqin.
Sementara, pengamat Hukum dan Politik Universitas Mulawarman Samarinda, Herdiansyah Hamzah mengatakan, jika kunjungan ke luar negeri Gubernur Kaltim bersama rombongan menggunakan biaya pihak swasta, maka hal itu rentan dugaan gratifikasi karena masuk dalam kategori Undang-undang Tipikor.
"Pembiayaan oleh pihak swasta itu rentan terindikasi sebagai upaya mempengaruhi pengambilan keputusan dan terkait kewenangan oleh investor seperti yang diatur ada pasal 12 huruf a juncto pasal 12B ayat 1," katanya.
"Jadi, jika fasilitas perjalanan ke Rusia itu dibiayai oleh pihak swasta, sudah jelas masuk kategori gratifikasi, sepanjang berhubungan dengan jabatan atau berlawanan dengan kewajiban dan tugasnya. Sebaiknya, mereka lapor ke KPK berkaitan pemberian dan fasilitas ke Rusia tersebut," ungkap Herdiansyah Hamzah.
(Fidel Ali)