News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Parkir Hantu di Jogja, Ini Sebabnya

Editor: Wahid Nurdin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Contoh karcis parkir palsu yang beredar di Stadion Maguwoharjo

Laporan Reporter Tribun Jogja, Santo Ari

TRIBUNNEWS.COM, SLEMAN  -  Pertumbuhan masyarakat di Yogyakarta semakin bertambah hingga berimbas pada kepadatan jalan.

Selain menambahkan kemacetan, kebutuhan akan lahan parkir juga semakin bertambah.

Kecenderungan warga yang keluar rumah menggunakan kendaraan pribadi dan harus berhenti di lokasi yang dituju tak disia-siakan oleh orang yang ingin mengambil untung dalam kondisi itu.

Parkir hantu atau yang biasa disebut parkir liar semakin banyak ditemui di sudut-sudut kota Yogyakarta.

RBTV bekerjasama dengan KompasTV dan Tribun Jogja (Tribunnews.com network), menyelenggarakan program diskusi Jogja Bicara yang mengupas fenomena parkir hantu dan juru parkirnya.

Salah seorang narasumber yang diundang yang juga merupakan juru parkir liar, Deni, warga kota Yogyakarta, mengutarakan dirinya sudah menjadi juru parkir liar sejak delapan tahun lalu.

Diceritakannya, semula ia hanya bekerja sebagai penjaga malam sebuah pertokoan, dan akhirnya pemilik toko memperbolehkan dirinya untuk mengatur parkir.

Kini setiap rata-rata Deni bisa mengantongi uang hingga Rp 50 ribu.

Ia juga menjelaskan bahwa dirinya juga menyetorkan sejumlah uang ke pemerintah untuk memuluskan aktivitasnya tersebut.

"Setorannya tergantung ramai atau enggaknya parkiran. Kalau saya dan dua teman saya setor Rp 400 ribu. Kalau tempat lain bisa lebih sedikit atau juga bisa lebih banyak," terangnya, Sabtu (26/9)

Tentu saja hal tersebut menjadi sangat disayangkan lantaran seharusnya pendapatan parkir resminya bisa masuk ke pendapatan asli daerah, tetapi ini hanya masuk ke kantong pribadi saja.

Iwan Puja Riyadi, selaku peneliti dari Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM, mengutarakan dalam Undang-undang nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan.

Di sana disebutkan jalan propinsi, jalan nasional tidak boleh dijadikan lahan parkir di pinggir jalan.

"Yang boleh adalah jalan desa, jalan kota, jalan kabupaten yang ditentukan oleh pemerintah daerah sebagai lokasi parkir on the street," ujarnya.

Ia menilai juru parkir bukanlah suatu profesi tetapi timbul karena kekacauan dan kesemrawutan jalan atau sistem transportasi yang ada.

Sedangkan transaksi orang dengan orang sangat mungkin terjadinya penyelewengan.

Salah satu solusi yang ditawarkan adalah dengan memberlalukan tarif progresif.

Menurutnya harus ada perbadaan antara parkir di tengah kota dengan harga tanah dan kepadatan yang tinggi, dibandingkan dengan parkir di pinggir kota.

"Parkir adalah bagian dari transportasi, dengan sistem zona dan tarif progresif seharusnya dapat menjadi solusi," jelasnya

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini