News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Aviastar Jatuh

Lelah, Lapar, Haus, Dua Hari Dua Malam Mencari dan Menggotong Jenazah Korban Aviastar

Editor: Agung Budi Santoso
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tim SAR TNI dan Basarnas mengevakuasi jenazah korban pesawat Aviastar DHC6/PK-BRM di Landasan Udara (Lanud) Sultan Hasanuddin, Makassar, Sulsel, Selasa (6/10) malam. Ketujuh jenazah penumpang dan tiga kru pesawat Aviastar DHC6/PK-BRM yang jatuh di pegunungan Bajaja Desa Ulu Salu, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan tersebut akan menjalani proses identifikasi di RS Bhayangkara Makassar setelah itu di serahkan pada keluarga masing-masing. TRIBUN TIMUR/SANOVRA JR

TRIBUNNEWS.COM - Wajah Kapolres Luwu, AKBP Adex Yudiswan, masih tampak kelelahan, sehari setelah mengevakuasi sepuluh korban pesawat Aviastar.

Langkah kaki Adex kelihatan pincang saat berjalan memasuki ruang kerjanya di Mapolres Luwu, Rabu (7/10/2015).
Mapolres Luwu ramai, kemarin. Sejumlah jurnalis antre di depan pintu ruangan kapolres, pagi hingga siang.

Ajudan kapolres dan sejumlah personel polisi berulang kali mengatakan, "Bapak kelelahan." Bahkan, siang kemarin, Adex, sempat mendapatkan suntikan vitamin agar bisa menyelesaikan semua aktivitasnya di kantor.

Adex jadi buah-bibir pascapenemuan bingkai dan korban pesawan Aviastar. Tiga hari tiga malam, 72 jam, Adex bersama 29 anggota tim yang dia pimpin menelusuri lembah, tebing, jurang, dan gunung di Pegunungan Latimojong.

Saat Tribun, mulai menanyakan perjalanannya mencari korban Aviastar, wajah Adex menunjukkan kesedihan mendalam. Bahkan, ia seakan menahan air mata untuk tidak keluar membasahi pipinya.

Adex mulai gerilya di Pegunungan Latimojong, Minggu (4/10). Bersama 29 anggota tim, dia mulai menelisik Gunung Gamaru dengan bekal seadanya.

“Tim 30" hanya membawa makanan dan air minum seperlunya. Hari pertama dan kedua, bekal masih terpenuhi. Tebing dan jurang di Gunung Gamaru ditelusuri, pagi hingga sore, di hari pertama. Usai telisik Gamaru, bekal mulai menipis.
Tapi Adex tak menyerah.

Dia tetap memimpin “Tim 30" menyeberang ke Gunung Saajo dengan logistik ala kadar.
Hari kedua, Senin (5/10), Adex masih bisa menikmati nasi putih disertai ikan teri saat sarapan pagi.

Namun, inilah bekal terakhir “Tim 30". Tak ada lagi nasi, lauk, dan minuman yang tersisa pascasarapan menjelang gerilya hari kedua.

Tapi tekad Adex tak surut. Dia tetap memompa semangat tim menyeberang ke Gunung Buntu Bajaja.

Saat Tribun, menanyakan bagaimana perasaannya menjelajah tanpa minum dan makan, Adex terdiam sejenak lalu berkata, “Kira-kira bagaimana perasaan Anda jika tak makan dan minum?"

Pagi anggota tim masih gesit, maklum baru sarapan. Tapi seiring langkah kaki di gemelicin pegunungan, perut semakin keroncongan.

Dalam perjalanan dari Gunung Saajo ke Buntu Bajaja, “Tim 30" tak pernah terasup nasi dan lauk pauk lagi. Untung, ada anggota tim yang lihai memanfaatkan kondisi hutan perawan. Pucuk pohon palem disulap jadi makan siang, air dari pohon rotan pun jadi pelipur dahaga.

Lapar dan dahaga Adex sirna tatkala serpihan Aviastar terlihat di kejauhan. Sebetik kebanggan terbit di hati Adex mendekati serpihan pesawat yang hilang sejak Jumat (2/10) siang itu.

Namun, kebanggaan itu pupus ketika retina mata Adex mulai merekam kondisi jenazah.
Semakin dekat ke serpihan, jantung Adex kian berdetak kencang.

“Allahu Akbar... La hawla wa laa quwwata illa billah....,” teriak Adex menyaksikan kondisi jenazah. Sebagian anggota tim berteriak kencang, “Allahu Akbar... Laa Ilaaha Illallah....”

Tim 30" histeris. Mereka larut dalam tangisan perih menyaksikan mayat di depan mata.

Saat Tribun, menanyakan bagaimana perasaannya saat itu, Adex tertunduk. Dia terdiam lalu menarik napas panjang manahan isak.

"Saya menangis saat melihat para korban dan rombongan lain langsung histeris sambil meneriakkan ‘Allahu Akbar dan Laa Ilaaha Illalah’. Sejenak kami terperangah,” ujar Adex.

Adex termenung manatap tajam jenazah yang bersujud memegang telepon genggam di luar badan pesawat.
Setelah menguasai emosi jiwa, Adex mengomando tim untuk memindahkan jenazah. Adex dan para personel “Tim 30" mengangkat satu per satu jenazah tanpa kaos tangan.

Setelah memindahkan semua jenazah ke sarung dan kantong mayat, Adex dan rombongan membalur tangan dengan tanah untuk menghilangkan sisa “daging terbakar” yang melengket, tak ada air di sekitar lokasi penemuan itu.

Setelah seluruh jenazah dibungkus sarung dan kantong serta diletakkan di posisi aman, Adex dan anggota tim istirahat.

Dia putuskan bermalam di samping jenazah dan serpihan pesawat.

Perjalanan pulang ke Posko Utama di Desa Ulu Salu tidak bisa ditempuh di malam hari.

Adex tak bisa menggambarkan suasana angker malam itu."Kalau masalah gaib-gaib jangan tanya ke saya. Tanya sama teman-teman yang ikut sama rombongan,” kata Adex.

Pagi menjelang. Tim sudah siap berangkat tanpa sarapan. Sambil menggendong mayat bayi dan serpihan Aviastar, Adex memimpin tim kembali ke posko induk.

Lapar dan haus menyerang “Tim 30" yang sedang menggendong jenazah dan serpihan pesawat.
Di tengah puncak lapar dan haus, seorang anggota tim berteriak lantang, “Di depan ada sungai...di depan ada sungai."

Langkah kaki Adex dipercepat menuju sungai. Rombongan pun bisa mengisi perut sepuasnya dengan air sungai sekitar pukul 12.00 wita."Kami hanya minum air sungai, itupun pada Selasa siang," ujar Adex.  (Sudirman)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini