TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Seminggu sebelum sidang, sang ibunda mengaku ditemui arwah anaknya melalui mimpi.
Dalam mimpinya itu, Engeline (sebelumnya disebut Angeline) meminta agar orang yang merenggut nyawanya dihukum.
Suasana sidang perdana kasus pembunuhan bocah Engeline di Pengadilan Negeri Denpasar, Bali, Kamis (22/10/2015) kemarin, mendadak gaduh.
Hamidah, orangtua kandung Engeline, tiba-tiba mengamuk. Hamidah nekat melempari pengacara Margriet, Hotma Sitompoel, dengan tisu saat sidang berjalan.
Hamidah juga membentak Hotma dengan kata-kata yang cukup kasar. Kala itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dipimpin oleh Purwanta Sudarmaji dkk usai membacakan dakwaannya.
Seusai JPU membacakan dakwaaan, Ketua Majelis Hakim, Edward Haris Sinaga lalu menanyakan kepada kuasa hukum Margriet apakah akan memberikan nota keberatan (eksepsi). "Apakah akan memberikan keberatan," kata Edward.
Kuasa hukum Margriet yang dipimpin oleh Hotma Sitompoel menyatakan telah membuat nota keberatan atas dakwaan jaksa. "Kami sudah menyiapkannya. Bisa kami bacakan sekarang," kata Hotma.
Majelis hakim lantas mempersilakan Hotma Sitompoel untuk membacakan nota keberatannya.
Dalam nota keberatannya, Hotma menyebut Margriet merupakan sosok ibu yang sangat menyayangi Engeline meski bukan darah dagingnya sendiri. "Tapi cinta kasih beliau melebihi orangtua kandungnya sendiri terhadap Engeline," kata Hotma.
Tiba-tiba Hamidah langsung melempar Hotma Sitompoel yang tengah membacakan nota keberatan sambil berdiri itu.
Seketika saja sidang dihentikan. "Itu siapa?" tanya Ketua Majelis Hakim, Edward.
Saat dijawab jika Hamidah adalah orangtua kandung Engeline, majelis hakim meminta agar Hamidah dan keluarga Engeline untuk ke luar dulu dari ruang sidang. "Saya harap silakan dibawa ke luar dulu agar persidangan berjalan lancar," saran Edward.
Usai dibawa ke luar, majelis mempersilakan Hotma Sitompoel untuk melanjutkan kembali membaca nota keberatannya. "Tapi saya juga minta pendamping orangtua kandung Engeline untuk dibawa ke luar juga. Harusnya dia yang bisa menjaga emosi Hamidah," kata Hotma yang disetujui oleh majelis hakim.
‘Interupsi’ Hamidah membuat sejumlah orang yang hadir dalam persidangan tersebut kaget, termasuk Hotma dan tim kuasa hukumnya.
Anggota tim kuasa hukum ini bahkan sempat mengacungkan tangannya ke arah Hamidah. Hotma yang berada di sampingnya kemudian berusaha menenangkannya. "Sudah.. sudah.., ayo dilanjutkan lagi," ujar Hotma menenangkan anggotanya.
Hamidah juga terlihat ditenangkan oleh orang-orang yang berada di sekitarnya. Saat ditemui Tribun Bali, Hamidah mengaku sangat kesal saat mendengar nota pembelaan dari kuasa hukum Margriet.
Pasalnya, ia menganggap pernyataan dari pengacara tersebut tak sesuai dengan fakta yang ada. Karena itu, ia meminta kepada majelis hakim untuk memberikan keadilan kepada anaknya dengan menolak eksepsi dari terdakwa.
Hamidah juga mengaku, seminggu sebelum sidang ia ditemui oleh arwah anaknya melalui mimpi. Kata dia, dalam mimpinya itu, Engeline meminta keadilan agar orang yang merenggut nyawanya dihukum.
"Dia meminta keadilan. Pelaku pembunuhan agar dihukum seberat-beratnya," katanya.
Sepanjang persidangan tersebut, perempuan asal Banyuwangi ini terus menangis terisak. Ia terus menempel di pundak pegiat anak P2TP2A, Siti Sapura.
Siti Sapura yang namanya disebut oleh kuasa hukum terdakwa karena sering menyampaikan fitnah, menyatakan, penggunaan eksepsi tersebut merupakan wewenang dari kuasa hukum. "Ya, itu memang wewenangnya. Jadi, terserah mereka," jelasnya.
Siti menambahkan, pihaknya siap meski pihak kuasa hukum dari Margriet akan menempuh jalur hukum. "Saya tidak takut. Silakan kalau memang mau dilaporkan," tantang Siti. (Edi Suwiknyo)