Laporan Reporter Tribun Jogja, Angga Purnama
TRIBUNNEWS.COM, SLEMAN - Nuansa pagi hari di Dusun Glodong, Desa Purwobinangun, Kecamatan Pakem diwarnai hiruk pikuk warganya.
Berbagai persiapan dimatangkan untuk menyukseskan acara besar yang digelar Minggu (15/11/2015).
Setelah persiapan usai, warga Dusung Glondong, laki-laki perempuan, tua muda, hingga anak-anak berkumpul bersama.
Acara di pagi nan sejuk itu dilanjutkan dengan kirab mengitari dusun dengan membawa berbagai ubo rampe, mulai dari nasi tumpeng lengkap dengan lauknya dan sejumlah ogoh-ogoh.
Kirab berakhir di aliran Kali Boyong yang berdampingan dengan Dusun Glondong dan dusun-dusun lainnya di Pruwobinangun.
Berakhirnya kirab menjadi penanda dimulainya upacara Merti Kali Boyong yang dimulai dengan tari Tapa Ngali yang dibawakan dua orang penari perempuan.
Posisi penari yang berada di atas sebuah batu raksasa sisa material Gunung Merapi yang teronggok dan seorang lainnya berada di air yang merupakan aliran Kali Boyong seolah menggambarkan keselarasan hidup masyarakat Dusung Glondong dengan alam yang ada di sekitarnya.
Seniman sekaligus koordinator kegiatan, Pambudi Sulistio mengatakan Tapa Ngali sendiri dimaknai sebagai perenungan masyarakat terhadap limpahan kekayaan alam yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa guna kelangsungan hidup manusia.
“Disebut Tapa Ngali karena masyarakat merenung, bukan ngeli atau terhanyut yang bisa diartikan masyarakat hanyut dalam keserakahan atas nikmat yang telah dikaruniakan Tuhan,” katanya.
Ia menjelaskan tari tersebut dimaksudkan untuk mengajak masyarakat tidak sewenang-wenang dalam mengeksplorasi alam yang berujung pada eksploitasi demi rupiah semata.
Namun melalui tarian ini masyarakat harus mampu hidup selaras dengan alam tanpa merusak alam itu sendiri.
“Tidak serakah dalam memanfaatkan kekayaan alam, namun harus bisa ikut andil dalam melestarikannya,” ungkapnya. (tribunjogja.com)