PERISTIWA karamnya Kapal Motor (KM) Wihan Sejahtera rute Pelabuhan Tanjung Perak (Surabaya)-Ende (NTT), di perairan Teluk Lamong, Senin (16/11/2015), menyisakan kisah dramatis yang sulit terlupakan bagi Fadli Adam (30).
Pria yang bekerja sebagai sopir truk besar itu mengaku meloncat dari ketinggian sekitar 30 meter demi menyelamatkan nyawanya.
Ia tak lagi mempedulikan barang-barang bawaannya.
Hanya satu tujuan yang terlintas di benaknya saat itu yaitu tetap hidup.
"Ada mama dan istri di kampung halaman, makanya saya memilih menyelamatkan diri," ucap lelaki yang telah kehilangan anak pertamanya itu, Selasa (17/11/2015).
Sekitar 10 menit setelah mendengar dentuman keras, KM Wihan Sejahtera mulai oleng ke kanan. Para penumpang segera berhamburan menyelamatkan diri masing-masing.
Orang-orang yang berada di bawah lari menuju atas mencari posisi aman.
Saat kapal sudah dalam posisi miring ke kiri, Rambo, sapaan sehari-hari Fadli Adam, memilih menuju bagian atas kapal.
Ia mengambil pelampung dan mengenakannya sembari berlari menuju bagian depan kapal.
Namun ketika kapal mulai tenggelam, Fadli dihadapkan pada keputusan yang sulit.
Antara bertahan dan meloncat, Rambo pun memutuskan memilih meloncat.
"Orang-orang teriak. Saya ikut panik lalu mencari selamat. Barang-barang tidak saya pedulikan," kenangnya.
Saat itu Rambo berada di dek empat, posisi paling atas KM Wihan Sejahtera. Ketika menengok ke bawah, yang terlihat hanya air laut.
Dari ketinggian sekitar 30 meter itulah ia melompat.
Rambo mendarat dengan posisi kaki terlebih dahulu menyentuh permukaan air.
Nahas, ternyata ada besi besar di bawah air laut.
Dari atas besi itu memang tidak terlihat oleh Rambo.
Makanya dia berani melompat.
Akibat kejadian itu, kedua kakinya mengalami dislokasi pada sendi pergelangan sehingga tidak bisa digerakkan.
Para penumpang yang lainnya memilih bergelantungan di perut kapal menggunakan tali.
Untung saja Rambo memakai pelampung sehingga tetap terapung di lautan hingga diselamatkan oleh petugas.
Ia sempat terapung tanpa bisa menggerakan kaki.
Akhirnya, Rambo segera diselamatkan tiga orang petugas.
Ia lantas ditarik naik ke perahu kecil.
Rambo sempat menunggu di tengah perairan Teluk Lamong selama dua jam bersama para petugas penyelamat.
Petugas tidak langsung membawanya ke daratan lantaran masih menunggu evakuasi korban yang lain.
Rambo berjuang keras menahan sakit di kedua kakinya.
Rambo kemudian dilarikan ke Rumah Sakit (RS) Port Health Center (PHC) yang berjarak sekitar 1 km dari Pelabuhan Tanjung Perak.
Rambo menolak melakukan operasi di Surabaya.
Ia lebih memilih menyembuhkan sakitnya di kampung halamannya di Ende, yaitu Kelurahan Rukun Lima, Jl Gajahmada, Ujung Aspal.
Apalagi, Rambo tidak memiliki uang untuk membayar operasi.
Sekalipun sudah ada bantuan, ia tetap memilih pergi dari Surabaya.
"Biarlah saya pulang besok. Biar disembuhkan secara tradisional di kampung halaman," tegasnya.
Rencananya, Rambo pulang ke Ende naik pesawat, Rabu (18/11), sekitar pukul 10.00 WIB.
Tidak banyak yang ia bawa pulang ke Ende karena barang-barangnya telah hilang bersama tenggelamnya kapal.
"Ya pakai kursi roda pulang ke kampung halaman," tambahnya.
Saat di rumah sakit, ia ditemni Saudah (45), bibinya. Saudah, yang akrab dipanggil Mama Leman tampak lemas.
Matanya terlihat merah.
Saudah mengaku keempat keponakannya menjadi korban tenggelamnya KM Wihan Sejahtera.
Dari penuturannya, tiga keponakannya selamat, sedangkan yang mengalami luka hanya Rambo.
Ketiga keponakannya berada di hotel dan segera pulang dalam waktu yang tidak lama.
"Kejadian ini mengagetkan saya. Saat itu saya dihubungi saudara dari Flores dan saya langsung datang ke RS ini," kata Saudah.
Rambo kerap datang ke Surabaya karena bekerja sebagai sopir.
Dalam sebulan, bisa ampai empat kali pergi pulang dari Ende ke Surabaya.(surya/benni indo)