TRIBUNNEWS.COM, KULONPROGO - Ketegangan kembali mewarnai proses pengukuran dan pematokan lahan calon bandara di wilayah Kecamatan Temon, Kamis (3/12/2015).
Di wilayah Kragon II Desa Palihan, warga yang tergabung dalam Wahana Tri Tunggal (WTT) terpancing emosinya.
Warga yang senantiasa standby mengawasi proses pengukuran oleh tim BPN DIY merasa terganggu munculnya patroli aparat kepolisian berkendaraan trail di lokasi.
Kontak fisik pun nyaris terjadi antara aparat dan warga. Namun, ketegangan itu kemudian dapat diredam setelah kepala desa setempat menarik tim pengukur beserta aparat dari lokasi.
Ketua WTT, Martono, mengatakan kemarahan warga meluap dan nyaris bentrok karena aparat yang mengamankan bergerombol dan membawa tongkat serta senjata gas air mata.
Menurutnya, hal itu telah melanggar kesepakatan yang pernah dibicarakannya dengan kepala desa.
"Kami sudah sepakat, pengukuran jangan pakai gerombolan aparat. Kalau pengukuran juga harus disaksikan pemilik lahan dan pemilik tanah yang posisinya di samping lahan yang diukur," kata Martono, Kamis.
Kerumunan massa yang sempat membuat macet jalur selatan itu memang akhirnya dapat mereda. Martono mengaku berusaha menarik massa WTT dan warga yang menolak lainnya setelah tim bandara juga mundur dari lokasi.
Sementara, pengukuran oleh tim BPN tetap berlanjut di wilayah lainnya. Namun, sebagaimana biasanya, massa WTT tetap melakukan pengawasan ketat agar tanah mereka tidak diukur dan dipatok.
Di Dusun Kretek Glagah, warga juga menolak pengukuran atas lahan berletter C yang masih bersengketa antar ahli waris. Mengingat sesama ahli waris belum satu suara, warga pun meminta pengukuran ditunda.
Terkait progres dan proses pengukuran sejauh ini tim bandara di lapangan belum ada yang dapat dikonfirmasi. Yang jelas, Satgas A dan B dari BPN sejak awal menurunkan sekitar 30 personel yang terbagi atas 15 tim untuk mengukur tanah warga secara menyebar di lima desa terdampak bandara.
Plt Kabid Pengukuran Kanwil BPN DIY, Rudi Prayitno, sebelumnya juga menegaskan pengukuran dilakukan dengan mendahulukan tanah warga yang sudah siap. Hal itu mengingat ada beberapa warga yang belum mengizinkan tanahnya diukur.