Laporan Wartawan Tribun Medan, Jefri Susetio
TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Sengketa pengelolaan lahan pasar di kompleks Universitas Sumatera Utara (Pajus) menyebabkan omzet pedagang yang tetap berjualan turun drastis dibanding sebelum ada sengketa.
"Omzet kami di sini jelas turun, apalagi kayak begini, sudah ada seng-seng seperti ini, siapa yang mau datang belanja? Pasti pembeli malas kemari, apalagi sekarang saingan usaha makin ketat," ujar Dina, pedagang aksesoris di Pajus, Jalan Jamin Ginting, Medan, Rabu (16/12/2015).
Awal membuka kios di Pajus, keuntungan Dina cukup tinggi, namun sejak adanya sengketa pengelolaan lahan, pengunjung semakin berkurang dan berdampak pada pemasukan.
"Satu hari dapat lima ratus ribu saja sudah bersyukur. Jauh kali sebelum adanya sengketa. Terpaksa ke depan saya akan mengurangi tenaga kerja. Makanya kalau bisa kembali normal masalah ini," harap dia.
Andi senada dengan Dina, akibat penutupan paksa kios di atas tanah sengketa, beberapa pedagang tidak rutin membuka kiosnya.
"Terkadang mereka membuka kios, tapi besoknya tidak buka karena tidak ada barang dagangan yang laku, mereka menutup. Saya juga terkadang buka tutup, tetapi tidak tutup secara total," kata Andi.
Pendapatan penjual saat ini semakin sedikit, sehingga tidak sebanding dengan biaya sewa kios yang mencapai Rp 30 juta per tahun.
"Kalau begini terus, gawat juga, bisa-bisa gulung tikar," ungkap dia.
Pajus merupakan pasar yang menjual segala keperluan mahasiswa mulai perlengkapan belajar, elektronik dan perkakas tugas praktik dan suvenir.
Pasar yang lama terletak di lingkungan kampus, tepatnya di samping Fakultas Ekonomi USU. Pada 2010 pasar itu kebakaran sehingga dipindah ke areal Jalan Jamin Ginting.
Kini, pengelolaan pasar yang tersohor di Kota Medan itu jadi objek sengketa, sehingga ratusan pedagang terpaksa tak berjualan, karena lahan tersebut harus dikosongkan sebelum putusan pengadilan.