TRIBUNNEWS.COM, LHOKSUKON - Tim Kepolisian Daerah (Polda) Aceh bersama empat kepolisian resor (polres) terus memburu dua pria yang ikut menculik Kamal Bahri (42).
Sekretaris Unit Layanan Pengadaan (ULP) Pemerintah Aceh ini diculik 28 Januari 2016 dan dibebaskan Senin (1/2/2016) pagi setelah ditebus istrinya Rp 680 juta.
Kedua penculik itu terdeteksi menenteng senjata api (senpi) laras panjang jenis AK-47 dalam pelariannya.
Keempat polres yang dilibatkan Polda Aceh dalam menguber kedua tersangka itu adalah Polres Aceh Utara, Lhokseumawe, Bireuen, dan Polresta Banda Aceh.
"Kita buru sampai dapat," kata Direktur Reskrim Umum (Disreskrim Um) Polda Aceh, Kombes Pol Nurfallah, kepada Serambi (Tribunnews.com Network), Selasa (2/2/2016).
"Berdasarkan cerita dari korban yang diculik, ada empat pria yang terlibat. Dua orang yang masih kabur itu membawa senpi jenis AK-47. Karena itu, kita akan terus mengejar mereka sampai berhasil ditangkap," ucap Nurfallah.
Menurut Nurfallah, kedua pria itu sudah lari ke kawasan pegunungan di pedalaman Aceh Utara. Pihaknya sudah berhasil mendeteksi keberadaan mereka.
Namun ia mengaku belum saatnya menyebutkan lokasi persembunyian kedua pria itu, karena sedang diuber polisi.
"Ada sekitar 75 petugas yang kita libatkan untuk mengejar mereka," katanya.
Kapolres Lhokseumawe, AKBP Anang Triarsono melalui Kasat Reskrim AKP M Yasir menyebutkan, selain petugas di Reskrim, Polres Lhokseumawe juga melibatkan tim pemburu dari Satuan Intelkam untuk mengejar dua pria yang buron itu.
"Kita fokus pencarian kedua pria tersebut di wilayah hukum Polres Lhokseumawe saja," katanya.
Sedangkan dua pria lainnya yang terlibat dalam penculikan Kamal Bahri sudah tewas ditembak polisi di jalan nasional, kawasan Keude Geurugok, Kecamatan Gandapura, Bireuen, pada Senin (1/2/2016) pagi, beberapa menit setelah keduanya menerima uang tebusan dari istri Kamal Bahri sebesar Rp 680 juta.
Kedua tersangka penculik yang tewas itu adalah Barmawi, asal Kecamatan Nisam Antara dan Ismuharuddin, asal Kecamatan Nisam, Aceh Utara.
Setelah tewas ditembak, dari mereka polisi menyita sepucuk senpi SS1 bersama tujuh magasin dan sepucuk pistol bersama satu magasin.
Termasuk selembar kartu anggota Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Aceh Corruption Watch (ACW) dan kartu Partai Aceh atas nama Ismunawir.
Sementara itu, Kabid Keperawatan Rumah Sakit Umum (RSU) Cut Meutia, Aceh Utara, Syahrizal Hasri menyebutkan, jenazah kedua pria itu sudah dijemput pihak keluarganya, Senin (1/2/2016) sekitar pukul 17.00 WIB setelah divisum dokter. Lalu dibawa naik ambulans ke rumah duka.
"Hasil visum akan diserahkan nantinya kepada polisi," kata Syahrizal.
Di sisi lain, Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA) Samudera Pase, Tgk Zulkarnaini Hamzah, kepada Serambi kemarin menyatakan sangat menyesalkan tindakan polisi yang menembak mati kedua mantan kombatan GAM tersebut.
Seharusnya, menurut Tgk Ni, polisi cukup menangkap mereka hidup-hidup, lalu memprosesnya sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
"Saya tidak mendukung jika benar mereka menculik meskipun mereka mantan kombatan GAM, tapi saya menyesalkan tindakan polisi menembak mati keduanya. Sebab saat itu korban penculikan sudah selamat, tapi kedua pria itu tetap ditembak mati," kata Tgk Ni, panggilan akrab Ketua KPA Pase itu.
Menurutnya, kalau kedua tersangka ditangkap hidup-hidup atau dilumpuhkan saja, polisi bisa mendapatkan informasi penting dari mereka.
Misalnya, dari mana mereka mendapatkan senpi dan apakah benar mereka terlibat dalam kasus penculikan itu.
"Keluarga korban pasti sangat terpukul atas kejadian ini. Kita khawatirkan kejadian ini bisa menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan, meskipun dalam suasana damai," ujar Tgk Ni.
Wakil Ketua Komisi I DPR Aceh, Azhari Cagee menyebutkan, penculikan itu terjadi karena kedua korban sebelumnya sudah menyerahkan uang kepada pejabat di Unit Layanan Pengadaan (ULP) Aceh untuk mendapatkan proyek.
Namun, setelah uang diserahkan kepada pejabat tersebut, mereka tak mendapatkan proyek, lalu karena marah, sehingga menculik pejabat ULP tersebut.
"Informasi saya terima, uang yang diserahkan sekitar 65 juta rupiah kepada pejabat di ULP Aceh. Salah satu korban sebelum meninggal pernah cerita kepada saya bahwa dia punya persoalan proyek di ULP Aceh. Karena itu, kita minta polisi menelusuri kasus suap di ULP tersebut supaya adil, karena perbuatan mereka juga tergolong pidana. Jadi, sama-sama harus diproses," ujar Azhari Cagee. (jaf)