TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bupati Barru, Andi Idris Syukur, tersangka kasus korupsi dan pemerasan pada sejumlah perusahaan yang memakai fasilitas Pelabuhan Garongkong, Kabupaten Barru.
Dimana uang hasil pemerasan tersebut, dipakai untuk memperkaya diri sendiri akan segera duduk di bangku persidangan.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Bambang Waskito mengatakan berkas perkara di kasus ini sudah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan.
"Berkasnya kan sudah P21, dinyatakan lengkap oleh kejaksaan. Rencananya minggu depan akan kami limpahkan," ujar Bambang, Jumat (19/1/2016) di Mabes Polri.
Diungkapkan jenderal bintang satu ini, Senin (22/2/2016) penyidiknya bersama kejaksaan akan bertolak ke Ujung Pandang disana Andi Idris akan dipanggil untuk dihadapkan ke Kejati Sulsel.
"Tahap duanya tidak disini, supaya efektif jadi kami dan jaksa kesana. Lalu dia dipanggil untuk datang," kata Bambang.
Untuk diketahui, Rabu (17/2/2013) kemarin Bupati Barru, Andi Idris Syukur berpasangan dengan Suardi Saleh sebagai Wakil Bupati Barru resmi dilantik.
Keduanya resmi ditetapkan sebagai pemenang pilkada Barru setelah gugatan Malkan Amin-Salahuddin Rum ditolak Mahkamah Konstitusi.
Sebelumnya, tahun 2015 lalu penyidik Bareskrim telah beberapa kali memeriksa Andi Idris. Seharusnya Andi Idris diperiksa Jumat (24/7/2015) namun tidak hadir lantaran sakit.
Baru pada Kamis (6/8/2015) silam, Andi Idris memenuhi panggilan Bareskrim. Selesai diperiksa, penyidik tidak menahan Andi Idris karena dinilai kooperatif.
Andi Idris Syukur ditetapkan sebagai tersangka, Senin (13/7/2015) lalu.
Berdasarkan penyelidikan, dia diduga kuat memeras sejumlah perusahaan yang memakai fasilitas Pelabuhan Garongkong, KabupatenBarru. Uang hasil pemerasan tersebut, dipakai untuk memperkaya diri sendiri.
Selain itu, mantan Sekda Kabupatan Wajo itu juga diduga kuat menerima gratifikasi atas pencairan dana pembangunan rumah toko dan pasar.
Gratifikasi itu berupa satu mobil Toyota Alphard hitam dengan nomor polisi DD 61 AS.
Dia dikenakan Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.