News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kisah Tragis Angeline

Penjara Seumur Hidup Jadi Kado Pahit Ulang Tahun ke-61 Margriet

Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Terdakwa kasus pembunuhan Engeline (8), Margriet Ch Megawe kembali menjalani sidang lanjutannya, Kamis (4/2/2016) sore di PN Denpasar.

TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Puluhan pengunjung yang memenuhi ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Denpasar bersorak sorai saat mendengar majelis hakim menjatuhkan vonis seumur hidup terhadap Margriet Christina Megawe alias Tely, Senin (29/2/2016) siang.

Margriet dianggap secara sah melakukan pembunuhan berencana terhadap bocah perempuan yang merupakan anak angkatnya, Engeline Megawe (8).

Sidang putusan kasus pembunuhan Engeline ini penuh sesak. Banyak masyarakat yang memenuhi ruangan sidang untuk mendengar langsung vonis terhadap terdakwa Margriet, yang selama persidangan tetap kukuh tak mengakui telah membunuh Engeline.

Dari pantauan Tribun Bali (Tribunnews.com Network), ruangan sidang sudah mulai penuh oleh pengunjung serta awak media televisi sejak pukul 11.00 Wita. Pihak kepolisian pun melakukan pengamanan hingga ke dalam ruangan sidang.

Sidang putusan dipimpin Hakim Ketua Edward Harris Sinaga dengan Hakim Anggota Wayan Sukanila dan Agus Waluyo Tjahyono.

"Terdakwa Margriet Ch Megawe alias Tely dengan sah melakukan tindak pidana pembunuhan berencana dan melakukan eksploitasi terhadap anak dan menelantarkan anak, serta perlakuan diskriminasi terhadap anak. Menjatuhkan pidana terhadap Margriet Ch Megawe alias Tely dengan pidana penjara selama seumur hidup dan menetapkan terdakwa tetap berada di dalam tahanan," tegas Hakim Edwar Harris Sinaga.

Tepuk tangan dan sorak sorai para pengunjung langsung terdengar memenuhi seisi ruangan sidang seusai hakim membacakan putusannya.

Para pengunjung tampak puas dengan hukuman yang diberikan kepada Margriet karena dianggap setimpal dengan perbuatan kejinya terhadap Engeline.

Usai mendengar putusan, Margriet mendekati kuasa hukumnya dan berbincang sejenak. Namun saat ditanya terkait vonis hakim, ia memilih bungkam.

Sejurus kemudian Margriet dan tim penasehat hukumnya dari Hotma Sitompoel Associates berjalan menuju ruangan penjara wanita di PN Denpasar.

Saat berada di dalam ruang penjara ini, Margriet terdengar menangis dan berteriak.

Dalam amar putusan setebal 365 halaman yang dibacakan secara bergantian oleh para hakim, disebutkan terdakwa Margriet dikenakan empat pasal, sama seperti dalam dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Atas perbuatannya, ibu kandung dari Yvonne dan Cristina ini dikenakan pasal primer yakni melanggar pasal 340 KUHP (pembunuhan berencana), dan dakwaan kedua melanggar 76 I jo pasal 88 Undang-Undang RI No 35 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang RI No 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.

Hal yang memberatkan Margriet karena perbuatannya sangat sadis yang dilakukan terhadap anak angkat sendiri.

"Terdakwa juga tidak mau mengaku bersalah dan tidak menyesali perbuatannya. Sedangkan hal yang meringankan tidak ada," jelas Hakim Edward.

Usai membacakan putusan, Hakim Edward memberikan kesempatan kepada terdakwa menanggapi vonis yang telah dijatuhkan.

Terdakwa melalui tim kuasa hukumnya akan mengajukan banding. Sedangkan Tim JPU yang dikoordinir oleh Purwanta Sudarmaji tak menanggapi putusan hakim tersebut.

"Kami akan mengajukan banding," ujar Dion Pongkor selaku penasehat hukum Margriet.

Kado Pahit Ultah
Vonis seumur hidup ini menjadi kado pahit bagi Margriet yang beberapa hari lagi akan merayakan ulang tahunnya ke-61. Margriet yang lahir pada 3 Maret 1955 ini harus menjalani sisa hidupnya di dalam penjara.

Ditemui usai dari ruang tahanan wanita PN Denpasar, penasehat hukum terdakwa Margriet yakni Hotma Sitompoel menyatakan putusan majelis hakim tidak tepat.

"Pasti kami akan banding, karena menurut perasaan keadilan kami, maupun fakta yang terungkap di persidangan, putusan ini tidak tepat," tegasnya.

Dijelaskannya, semua pertimbangan seharusnya berdasarkan fakta yang ditemukan di persidangan. Menurutnya inilah semua petunjuk.

"Jadi tidak ada bukti telaah yang mengatakan selain Agus Tay Handa May. Cuma satu orang itu (Agus Tay) yang sudah mengaku pembunuh," tandasnya.

Di sisi lain Dion Pongkor menyatakan, hakim hanya menggunakan petunjuk untuk memutus kesalahan kliennya. Ia pun mengatakan, memang perkara ini minim bukti, maka dari itu majelis hakim memakai pentunjuk.

"Tapi sudah ada yang mengaku membunuh terlebih dahulu, ini jadi masalah. Pengakuannya (Agus Tay) sesuai visum. Kalau minim bukti, bisa dipakai petunjuk, ini sudah terang benderang dan sudah ada yang mengaku membunuh. Ini kami akan sampaikan di memori banding," ujar Dion Pongkor.

Anak kandung Margriet, Yvone, menyatakan sidang kali ini bukan akhir dari perjuangan untuk meloloskan orangtuanya dari jeratan hukum. Upaya banding ke Mahkamah Agung (MA) akan diupayakan sesegera mungkin.

"Pastinya akan ke Jakarta untuk upaya banding. Ini belum selesai," tegasnya.

Terpisah, JPU Purwanta Sudarmaji mengatakan, apa yang menjadi putusan hakim sesuai dengan dakwaan dan surat tuntutan jaksa.

"Semua unsur pasal tindak pidana yang kami dakwakan kepada Margriet ternyata diambil-alih sepenuhnya oleh majelis hakim. Majelis hakim sependapat dengan apa yang kami sajikan dalam surat tuntutan," ujarnya. (can/iga/ang)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini