Laporan Tribun Jateng, Ponco Wiyono
TRIBUNNEWS.COM, KENDAL- Wacana penutupan lokalisasi di seluruh Indonesia oleh pemerintah membuat penghuni resosialisasi Gambilangu di Kecamatan Kaliwungu cemas.
Mereka khawatir bakal kehilangan mata pencaharian jika resosialisasi ditutup.
Sementara itu, pihak pengelola pun mempertanyakan pekerjaan pengganti yang ditawarkan pemerintah kepada para pekerja seks komersial (PSK) yang menghuni Gambilangu.
Ketua resosialisasi, Kasmadi, menyikapi dingin wacana program Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa yakni Indonesia Bebas Lokalisasi pada 2019.
Menurutnya, rencana tersebut hanya akan menimbulkan masalah sosial baru.
Di sisi lain, Kasmadi mempunyai alasan kuat kenapa sebaiknya Resosialisasi Gambilangu jangan ditutup.
"Keberadaan kami mempermudah program sosialisasi HIV/AIDS kepada pramuria di sini. Selain itu, hunian di sini sudah bersertifikat hak milik, tidak seperti di Kalijodo," katanya, Rabu (2/3/2016).
Menurut Kasmadi, penutupan Gambilangu sudah pernah dilakukan pada tahun 1979 silam. Namun beberapa tahun kemudian, resosialisasi tersebut aktif kembali.
Keberadaan lokalisasi di perbatasan Kendal-Semarang tersebut juga disebut Kasmadi berperan besar dalam pemberantasan pengangguran.
"Sekarang ijazah SMA dan sarjana saja sulit dapat kerja, apalagi SMP. Apa pemerintah sudah memikirkannya? Kalau uang ganti sebesar Rp 5 juta hingga Rp 10 juta, berapa lama uang itu bertahan? Mohon ditinjau lagi." harap Kasmadi.
Demikian halnya dengan pramuria yang menghuni Gambilangu. Riri (21), mengatakan penutupan Gambilangu hanya akan mematikan pendapatannya.
Riri yang sudah sebulan bekerja di resosialisasi tersebut mengantongi pendapatan rata-rata Rp 700 ribu perminggu.
"Pendapatan saya untuk menghidupi satu anak, sebab saya sudah pisah dengan suami," kata pramuria asal Semarang ini.
Begitu juga dengan Lilis (19), pramuria asal Purwodadi ini rata-rata sebulan menangguk pemasukan sebesar Rp 6 juta.
Dengan jumlah sebesar itu, Lilis agak berat hati jika harus beralih kepada pekerjaan lain. (*)